Karanganyar (Espos)--Secara umum, penyebab kekerasan terhadap perempuan sangatlah bervariasi, salah satunya terkait dengan relasi gender yang tidak seimbang antara perempuan dan laki-laki akibat dari kuatnya budaya patriarki.
Hal itu diungkapkan Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, dosen FISIP UNS Solo, yang juga Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Gender-LPPM UNS, pada seminar tentang kekerasan dan trafficking di Pendapa Rumah Dinas Bupati Karanganyar, Sabtu (24/10).
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
“Pada tataran keluarga, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat terjadi karena laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat. Kita umumnya percaya laki-laki berkuasa atas perempuan di dalam rumah tangga, suami berada dalam posisi superior atas istri,” ungkap Ismi, yang juga anggota tim pakar Gender Depdiknas ini.
Sayangnya, hal itu turut diperparah dengan pandangan masyarakat yang sering kali menganggap KDRT bukan sebagai persoalan sosial, tetapi dianggap sebagai persoalan pribadi suami-istri. Pemerintah sendiri sebenarnya telah berkomitmen untuk mengangkat persoalan KDRT sebagai persoalan publik dengan mengeluarkan undang-undang yang memberi perlindungan terhadap korban kekerasan. Namun, kasus-kasus kekerasan yang diangkat dalam wilayah hukum seringkali diselesaikan tanpa ada pemihakan terhadap korban.
dsp