Esposin, SOLO — Pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945, golongan oposisi kiri menjadikan Solo sebagai wild west atau daerah liar untuk mengalihkan perhatian guna merebut kekuasaan. Seorang tentara pelajar dalam catatannya menyebut, saking liarnya, seorang suporter pun membawa senapan saat menyaksikan pertandingan sepakbola antar kampung (tarkam).
Peristiwa paling menonjol dalam wild west di Solo itu, di antaranya, pembunuhan panglima Divisi Panembahan Senopati yakni Kolonel Sutarto serta penculikan dan pembunuhan dr. Moewardi. Julianto Ibrahim, dalam Bandit Pejuang di Simpang Bengawan; Kriminalitas dan Kekerasan Masa Revolusi di Surakarta, 2004, menyebut Solo menjadi bagian dari masa perjuangan kemerdekaan Indonesia sejak masa pergerakan nasional dengan berdirinya organisasi-organisasi pelajar pribumi maupun organisasi dagang dan organisasi berbasis keagamaan.