Esposin, KLATEN -- Puncak tradisi sebaran apam Yaaqawiyyu di Lapangan Klampeyan, Kecamatan Jatinom, Klaten, digelar Jumat (23/8/2024) siang. Sekitar 6,5 ton apam disiapkan untuk disebar di tradisi saban Bulan Safar yang sudah digelar selama empat abad itu.
Berdasarkan pantauan Esposin, sekitar pukul 10.00 WIB, pengunjung mulai berdatangan dan mencari lokasi di sekitar Lapangan Klampeyan. Ada pula yang berkerumun di Masjid Besar Jatinom yang berdampingan dengan kompleks makam Kiai Ageng Gribig.
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
Sementara itu, warga setempat masih berbondong-bondong mendatangi menara untuk menyetorkan apam di dua menara di lokasi penyebaran apam. Mereka menyerahkan apam itu ke panitia untuk disebar pada puncak acara nanti siang.
Koordinator Pelaksana Yaaqawiyyu, Eko Susanto, mengungkapkan sebaran apam digelar setelah Salat Jumat. Sebanyak dua gunungan apam bakal dikirab menuruni anak tangga menuju panggung Lapangan Klampeyan.
Selanjutnya ada upacara pembukaan dan secara simbolis tamu VIP menyebarkan apam dari dua gunungan. Setelah itu, petugas bakal menyebarkan apam dari dua menara.
“Tadi pagi sekitar pukul 05.00 WIB kami hitung berat apam yang akan dibagikan sekitar 6,4 ton-6,5 ton. Dimungkinkan bisa bertambah,” kata Eko saat ditemui Esposin di Lapangan Klampeyan, Jumat.
Apam itu berasal dari sumbangan warga. Mereka secara sukarela tanpa ada permintaan bersedekah apam. Eko mengungkapkan setiap tahun jumlah apam yang disebarkan selalu meningkat.
“Tahun lalu sekitar 6,4 ton. Saya tidak tahu terus meningkat karena apa. Karena memang antusiasme masyarakat sangat tinggi untuk menyetorkan apam,” jelas dia.
Tradisi sebaran apam Yaaqawiyyu sudah berlangsung selama empat abad. Yaaqawiyyu sendiri diambil dari doa Kyahi Ageng Gribig, seorang ulama besar penyebar agama Islam di Jawa Tengah.
Kisah Ki Ageng Gribig
Dalam sinopsis yang ditulis Daryanta, tradisi sebaran apam Yaa Qawiyyu bermula ketika Ki atau Kyahi Ageng Gribig baru saja tiba di Jatinom selepas pulang dari berhaji pada Jumat Pahing, 17 Sapar 1541 Saka atau tahun 1619 Masehi.Seusai Salat Jumat lalu membaca zikir dan tahlil, Kyahi Ageng Gribig membagikan oleh-oleh berupa apam kepada para santrinya. Ternyata hidangannya kurang dan ada santri yang tidak kebagian.
Nyai Ageng (Raden Ayu Mas Winongan) segera membuat kue apam yang masih dalam keadaan hangat untuk dihidangkan kepada para tamu undangan tersebut. Peristiwa itu yang kemudian menjadi embrio tradisi sebaran apam Yaaqawiyyu yang dilestarikan hingga ini.
Yaaqawiyyu ini penuh dengan simbol yang sarat dengan pesan spiritual dan sosial kemasyarakatan. Ditandai dengan penyebaran kue apam. Kata apam sendiri diambil dari bahasa arabnya afuww yang bermakna ampunan.
Tujuannya agar masyarakat selalu memohon ampunan kepada Sang Pencipta. Bentuknya yang bulat memiliki makna agar masyarakat saling bersatu dan tidak berpecah belah.
Kyahi Ageng Gribig yang semasa mudanya dikenal dengan nama Syekh Wasibagno Timur merupakan ulama yang berperan besar dalam penyebaran agama Islam di Jateng terutama Klaten.
Kyahi Ageng Gribig merupakan salah satu murid dari Sunan Kalijaga setelah Sunan Pandanaran. Berbagai sumber tentang silsilah Kyahi Ageng Gribig sebagian besar menyatakan ia adalah keturunan Brawijaya V, raja terakhir Majapahit.