Esposin, KARANGANYAR-Sebanyak 21 kasus kekerasan anak terjadi di Kabupaten Karanganyar sepanjang Januari hingga Juli 2024. Pada peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2024 ini, hal ini tentu harus jadi perhatian bersama.
Kasus tersebut didominasi kekerasan seksual terhadap anak. Merujuk data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Karanganyar, ada 13 kasus kekerasan seksual selama tahun ini.
Promosi BRI Dampingi Petani Jeruk Semboro di Jember Terapkan Pertanian Berkelanjutan
Sedangkan di 2023, jumlah anak menjadi korban kekerasan ada 41 orang. Kepala DP3AP2KB Karanganyar Rusmanto mengatakan kekerasan anak dilaporkan mulai dari korban kekerasan fisik, psikologis, seksual dan perebutan hak asuh anak. Dari puluhan kasus itu, kekerasan seksual pada anak paling mendominasi.
"Di tahun ini ada 13 laporan kasus kekerasan seksual anak. Kasus kekerasan seksual pada anak hanya ranah pendampingan saja," kata dia kepada wartawan, Selasa (23/7/2024).
Sementara untuk ranah pidana, dia mengatakan, kasus kekerasan pada anak ditangani Satreskrim Polres Karanganyar. Dikatakannya korban kekerasan seksual merupakan anak di bawah umur. Para korban ini mendapatkan perlakuan tidak senonoh oleh orang yang dikenalnya. Berdasarkan pendampingan, pelaku sebagian besar orang terdekat namun bukan anggota keluarga. Menurutnya kebanyakan, kasus itu terjadi karena jauh dari pengawasan orang tua serta pengaruh pergaulan tidak sehat.
"Saat ini korban makin berani melapor dan membuka kesempatan pemerintah serta multistakeholder untuk melakukan pencegahan serta edukasi," katanya.
Dia mengatakan metode terapi healing dilakukan untuk memulihkan kondisi psikologis para anak korban kekerasan. Para korban yang semula terpuruk, mulai dapat kembali bermasyarakat dan meneruskan hidupnya.
Ketua Divisi Pelaporan dan Pendampingan P2TP2A Karanganyar Anastasia Sri Sudaryatni mengatakan ada beragam faktor munculnya kekerasan pada anak. Faktor paling banyak dipengaruhi perkembangan teknologi yang pesat seperti media sosial (medsos) dan internet.
"Konten pornografi dan kekerasan seringkali muncul di aplikasi permainan maupun medsos di ponsel pintar," katanya.
Dia mengakui tantangan terberat dalam perlindungan anak adalah kemajuan teknologi. Anak-anak begitu mudah bisa mengakses konten yang belum saatnya mereka melihat. Dia menilai pengawasan orang tua menjadi penting dalam memantau penggunaan internet tersebut. Namun yang terjadi, beberapa orangtua abai.