Esposin, SOLO--Komite Museum Radya Pustaka menanti instruksi Wali Kota Solo dalam menyikapi upaya eksekusi pengosongan lahan paksa oleh ahli waris pemilik kompleks sengketa Sriwedari.
Promosi UMKM Binaan BRI, Minimizu Bawa Keunikan Dekorasi Alam ke Pameran Kriyanusa 2024
Upaya eksekusi paksa tersebut digulirkan setelah Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan Pemkot Solo pertengahan April 2015 lalu terkait penguasaan tanah bekas Bonraja.
Anggota Komite Museum Radya Pustaka, S.T. Wiyono, mengaku telah mendengar langkah Pemkot Solo mempertahankan lahan sengketa Sriwedari seluas 9,9 hektare kandas. “Semalam [Senin (15/2/2016)] saya dapat pesan singkat katanya Pemkot Solo kalah. Sebagai komite yang dibentuk Pemkot Solo, kami akan mengikuti petunjuk wali kota,” terangnya saat ditemui Esposin di Museum Radya Pustaka, Selasa (16/2/2016).
Wiyono menuturkan selama belum ada instruksi apapun dari Pemkot Solo pihaknya tetap mengoperasionalkan Museum Radya Pustaka seperti biasanya. “Selama belum ada SK, kami tetap melaksanakan tugas mengelola operasional museum seperti biasanya,” katanya.
Menurut Wiyono, siapapun pemilik sah tanah Sriwedari kelak, museum tertua di Indonesia yang berada di lahan sengketa tersebut jangan sampai digusur. “Keberadaan museum sangat penting sebagai salah satu tempat penyimpanan jejak peradaban. Siapapun pemiliknya baik pemerintah maupun swasta, harus bisa memelihara museum lebih baik lagi. Jangan justru dihilangkan,” pesannya.
Wiyono optimistis posisi museum yang selama ini berlindung di bawah payung hukum UU Cagar Budaya bakal aman dari eksekusi. “Saya percaya Museum Radya Pustaka tidak bakal diapa-apakan. Kecuali ini bangunan milik pribadi, mungkin saja dieksekusi. Bangunan ini masuk dalam kategori benda cagar budaya,” ujarnya.