Seminar yang dilaksanakan di Open Stage Argobudaya kampus tersebut, Sabtu (21/3/2014) pukul 07.30 WIB-15.00 WIB ini memang khusus membicarakan strategi wayang menembus kawasan Asia. Seminar internasional tersebut menghadirkan pembicara Kathryn Emerson dari Amerika (peneliti wayang), Lydia Kieven dari Jerman (penerjemah relief Candi Penataran Blitar), Bambang Murtiyoso (praktisi pedalangan), dan Sugiyarto (akademisi dari Institut Javanologi UNS).
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
Ketua Institut Javanologi LPPM UNS, Sahid Teguh Widodo, mengatakan saat ini posisi wayang sebagai warisan budaya yang diakui dunia sedang berada di atas angin. Kondisi ini, menurutnya, memberikan peluang yang besar bagi wayang untuk tampil di Asia. “Saat ini gejala melemahnya budaya pragmatis wayang makin melemah. Kesadaran tumbuhnya wayang sebagai karakter juga sudah tumbuh. Sekarang ini kita tinggal menjawab tantangan bagaimana wayang bisa menjadi produk ungulan yang punya roh baru,” terang Sahid, saat berbincang dengan Esposin, di kampus itu, Jumat (21/3/2014).
Sahid mengutarakan saat ini preferensi budaya Barat sudah mulai surut. Kesempatan ini bisa menjadi salah satu peluang yang bisa dimanfaatkan wayang untuk tampil di Asia. “Salah satu isu yang kami angkat nanti peran biodiversity dalam wayang. Saat ini sedang marak pemanfaatan biodiversity untuk berbagai kepentingan,” jelasnya.
Acara seminar yang melibatkan sejumlah praktisi wayang lintas-disiplin ilmu ini bakal dibuka dengan pertunjukan tarian kontemporer oleh Estevania Pivano asal Venezuela dan pementasan Tari Srikandi Cakil oleh perwakilan mahasiswa UNS bersama seniman Wayang Orang RRI Solo.
Selepas seminar, pengunjung akan disuguhi berbagai pertunjukan seni dan budaya antara lain pentas wayang kulit oleh dalang Ki Imam Sutardjo, pentas Wayang Godhong oleh Ki Agus Purwantoro, pentas tari kontemporer oleh Mugiyono Kasido, dan performance art oleh Suprapto Suryodarmo asal Padepokan Lemah Putih.