Esposin, SRAGEN — Pada semester I 2022, ada 12 pasien HIV/AIDS di Kabupaten Sragen meninggal dunia. Jumlah tersebut 13,64% dari jumlah kasus orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang ditemukan dalam periode yang sama sebanyak 88 kasus. Perinciannya 75 kasus HIV dan 15 kasus AIDS.
Koordinator Pengelolaan Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Sragen, Wahyudi, menjelaskan 12 kasus kematian ODHA ini disebabkan banyak faktor. Tetapi, 80% penyebabnya karena loss to follow up (LFU) atau tidak rutin berobat atau tidak mau berobat.
Promosi Kisah Perempuan Hebat Agen BRILink Dorong Literasi Keuangan di Medan
LFU itu terjadi pada seorang pasien HIV/AIDS yang mangkir dari pengobatan di sebuah klinik dalam periode tertentu. Umumnya pengobatan HIV/AIDS dilakukan tiga bulan. Bila pasien dijadwalkan mengambil obat setiap bulan namun mangkir selama tiga bulan berturut-turut maka pasien ini masuk kategori LFU.
“Sejak kasus HIV/AIDS ditemukan langsung ada edukasi dan diarahkan untuk pendampingan. Edukasi dan pendampingan itu dilakukan secara sukarela dari orang yang terinfeksi HIV/AIDS," ujarnya saat ditemui Esposin, Rabu (31/8/2022).
Baca Juga: Penyimpangan Sejarah Gunung Kemukus Terjadi Sejak Zaman Belanda
Wahyudi menjelaskan dalam perjalanannya ada ODHA yang keluar dari pendampingan atau tidak mau didampingi, tetapi masih ada komunikasi. Pasien seperti ini biasanya mengalam down dan tidak mau diakses. Setelah 3-4 tahun biasanya ngedrop baru kemudian meminta pengobatan. "Di sinilah risiko kematian bisa terjadi,” jelasnya.
Pernah ada kasus seseorang pengidap HIV/AIDS sudah stadium empat baru menjalani pengobatan dan bisa normal kembali.
Untuk mendorong pengidap HIV/AIDS mau berobat, KPA sampai mengirim obat-obatan tersebut, terutama kepada pasien yang sudah lanjut usia dan mereka yang jauh dari rumah sakit.
“Misalnya, tinggalnya di utara Bengawan Solo, sudah jompo, dan tidak mampu, maka untuk kebutuhan obatnya dibantu di antar ke rumah dari KPA. Yang penting ODHA ini bisa minum obat rutin. Obat ini kan gratis. Kadang transportasinya yang tidak punya,” jelas Wahyudi.
Baca Juga: Waduh! Kasus AIDS di Solo Bertambah 31 Orang, Tertinggi di Jateng
Dia melanjutkan ada juga ODHA yang tidak mendapat perhatian dari keluarga. Pada kasus seperti ini, KPA dan Kelompok Dukungan Sebaya datang untuk pendampingan. Sekarang Pemkab Sragen memiliki Rumah Singgah yang bisa digunakan untuk tinggal para ODHA.
Sampai sekarang masih ada dua anak usia sekolah dasar (SD) yang tinggal di Rumah Singgah di bawah perhatian Pemkab. Dua anak malang ini tidak mendapat perhatian dari keluarganya.
Lebih jauh Wahyudi memaparkan sejumlah kendala yang kerap dihadapi dalam upaya pencegahan penyebaran HIV/AIDS. Salah satu kendala itu adalah rendahnya kesadaran ODHA untuk tidak melakukan aktivitas yang bisa menularkan HIV. Terutama para pekerja seks komersial.
“Kami sudah berusaha memberikan modal kepada mereka untuk beralih pekerjaan. Namun, mereka hanya bertahan 3-4 bulan menggeluti pekerjaan baru, setelah itu kembali ke lokasi prostitusi. Saat ditanya, bilangnya hasil dari prostitusi itu bisa untuk hidup sebulan. Ketika kami membolehkan dengan syarat pakai pelindung kadang kala dianggap melegalkan prostitusi. Padahal niat kami untuk memutus rantai persebaran HIV/AIDS,” ujarnya.
Data Kematian Kasus HIV/AIDS di Kabupaten Sragen
Tahun Jumlah2000-2009 16 kasus
2010 4 kasus
2011 12 kasus
2012 12 kasus
2013 9 kasus
2014 11 kasus
2015 12 kasus
2016 11 kasus
2017 18 kasus
2018 10 kasus
2019 18 kasus
2020 15 kasus
2021 13 kasus
2022 (hingga Juni) 12 kasus
Total 173 kasus
Sumber: KPA Kabupaten Sragen (trh)