Esposin, SRAGEN — Puluhan warga dari lingkungan RT 007 dan RT 008 Dusun Dukuh, Desa Tenggak, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, berbondong-bondong membawa makanan ke punden sumber di pinggiran desa, Sabtu (18/6/2022) pagi. Konon, Sunan Kalijaga dan Joko Tingkir pernah singgah di punden yang di dalamnya terdampak sumber air yang hingga kini belum pernah mengering.
Sumber air di punden sumber Sragen itu dulunya sebuah sendang kemudian menjadi sumur kawak. Tempat itu merupakan sumber kehidupan pada masa lampau. Untuk sampai ke tempat itu, warga harus melewati pematang sawah karena punden itu berada di tengah areal persawahan. Setelah didoakan bersama, makanan tradisional itu dibawa pulang untuk dinikmati satu keluarga.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Acara tersebut dikenal dengan sebutan sedekahan. Tradisi sedekahan dilakukan warga Dusun Dukuh sejak zaman simbah-simbah dulu dan masih lestari sampai sekarang. Momentum sedekahan itu mengambil momentum habis panen pada musim panen II atau walikan dengan memilih hari Sabtu Kliwon.
“Acara sedekahan ini dilakukan setiap tahun sekali. Biasanya habis panen walikan. Tradisi ini peninggalan simbah-simbah dulu. Sedekahan itu dilakukan di dua tempat, yakni di permakaman umum dan di punden Eyang Sumber. Makanan yang dibawa ke punden itu macam-macam, ada ayam panggang, pisang, nasi, aneka lauk dan makanan tradisional lainnya,” ujar Ketua RT 007 Dusun Dukuh, Muh. Husnul Azis, Sabtu pagi.
Azis, sapaan akrabnya, mengungkapkan punden sumber itu sejarahnya merupakan peninggalan para wali. Azis menyebut dari cerita simbah-simbah dulu, Sunan Kalijaga dan Joko Tingkir pernah singgah di punden itu.
Baca juga: Berburu Senja di Objek Wisata Baru Embung Nawang Wulan Sambirejo Sragen
Dia menyampaikan Joko Tingkir mampir di tempat itu kemudian menuju ke Tambak yang ada di Desa Sribit, Sidoharjo. Joko Tingkir ini memang murid Sunan Kalijaga yang kemudian menjadi Sultan Pajang bergelar Sultan Hadiwijaya.
“Sumber itu sekarang berupa sumur kawak yang terbuat dari batu bata. Diameter sumur berbelung tabung itu sekitar 1 meter dengan kedalaman sumur kurang dari 8 meter. Sekarang air sumur itu tidak lagi digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Paling hanya para petani yang berteduh di tempat itu dan mengambil airnya untuk mencuci muka. Katanya saat cuaca panas, air itu bisa mendinginkan muka saat membasuhnya,” ujar Azis.
Pada menjelang Ramadan, lanjut dia, warga mengambil air dari sumur kawak kemudian dicampurkan dengan air di bak mandi kemudian untuk mandi satu keluarga. Dia mengatakan ada pula yang mandi di punden itu tetapi tidak sampai lepas baju.
Baca juga: Bocah Karangmalang Sragen Ini Dinobatkan Hero Anak oleh Unicef
“Padusan itu juga dilakukan menjelang Sura. Tradisi lainnya seperti pengantin itu juga cuci muka dan cuci kaki dan tangan di sumber itu. Orang hamil pertama juga mandi di tempat itu. Tujuannya mencari berkah karena tempat petilasan wali. Khusus bagi yang hamil pertama itu bukan mengambil hari Sabtu Kliwon tetapi Sabtu Wage,” jelasnya.