Esposin, SOLO -- Kepemilikan aset Umbul Ingas di kawasan Objek Wisata Mata Air Cokro (OMAC) menjadi rebutan antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten dan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo.
Pemerintah Desa Cokro, Kecamatan Tulung, Klaten, menyatakan dalam buku bondo desa yang dimiliki, lahan di kompleks OMAC mencapai 9.875 meter persegi. Di dalam buku bondo desa itu juga dicantumkan peta desa yang pengukurannya dilakukan pada 1939.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Sementara peta dibuat pada 1954. Di sisi lain Pemkot Solo menyatakan sumber mata air dari Cokro sudah dikelola PDAM Solo sejak 1928. Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Drajat Tri Kartono, berharap kedua pemerintah duduk bersama merampungkan persoalan tersebut.
Baca Juga: Klaten & Solo Rebutan Umbul Ingas, Cokro Berpatokan pada Bondo Desa
Dalam penyelesaian polemik rebutan Umbul Ingas Klaten ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) sebagai pembina. Menurutnya, secara teoritis, umbul tersebut memiliki eksternalitas bahwa nilai fungsi dari sumber air itu dimiliki manfaatnya lebih dari satu pihak.
Untuk hal yang terkait dengan eksternalitas, ada regulasi mengenai kerja sama antardaerah. Poinnya, karena punya eksternalitas yang tinggi, kedua pihak harus duduk bersama untuk menyepakati pola kolaborasinya.
"Apakah itu bentuknya Pemkab Klaten dan Pemkot Solo yang mengangkat pihak ketiga yang diberi otoritas mengelola, atau mereka bersepakat untuk manajemen bersama dengan stakeholder yang lain. Klaten dan Solo termasuk ke dalam eks Karesidenan Surakarta itu yang diaktifkan dan dikembangkan. Urusan ini seharusnya mudah karena soal formal,” katanya saat dihubungi Esposin, Jumat (4/2/2022).
Baca Juga: Umbul Ingas Klaten Jadi Rebutan, DPRD Solo Singgung Ajaran Bung Karno
Aspek Sejarah
Drajat kemudian menyebut urusan lain yakni soal sejarah yang harus dibahas lebih dalam melibatkan stakeholder yang lebih luas. Umbul Ingas Klaten yang saat ini menjadi rebutan memiliki aspek sejarah yang harus saling dimengerti mengingat perubahan yang terjadi saat Indonesia merdeka.Dahulunya, Umbul Ingas memiliki fungsi mendukung operasional Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, di mana wilayah Klaten dulunya menjadi daerah kekuasaan Keraton. Sehingga saat Belanda datang, mereka membuat sistem perpipaan yang mengalirkan air sampai Keraton.
Baca Juga: Umbul Ingas Jadi Rebutan, Klaten: Sejak 2017 Tanpa PAT dari PDAM Solo
“Tentu saja karena Klaten masuk wilayah kerajaan, ya tidak membayar saat itu. Sejarah ini kemudian terpotong total saat merdeka, sehingga Indonesia terbagi menjadi banyak daerah yang punya otonomi masing-masing,” ucap Drajat.
"Solo masih mengingatkan dari dulu begini, kemudian kok diminta bayar. Pergeseran mindset sejarah, kultural, dan relasi kala itu yang masih belum dipecahkan dengan mudah, makanya harus dibahas dengan melibatkan banyak stakeholder, sampai kemudian membahas kerja sama antardaerah," jelas Drajat.