Solo (Esposin) - Para budayawan di Kota Bengawan menyayangkan lambannya pembahasan Raperda Heritage yang tengah dibahas di legislatif saat ini. Lambannya pembahasan Raperda Heritage dinilai akan semakin memperburuk nasib sejumlah benda cagar budaya.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
”Kenyataannya, DPRD cenderung melakukan pembiaran atas Raperda Heritage. Seakan ada kepentingan pemodal yang bermain di belakangnya,” tuturnya. Dengan tegas, dia menyebutkan heritage di Kota Solo itu sudah kasat mata. Yang perlu dilakukan saat ini, katanya, ialah bagaimana menjaga keberadaan benda-benda cagar budaya tersebut agar tetap menjadi milik Solo sebagai ikon sejarah. ”Saya menilai DPRD tak memiliki kemampuan untuk mencermati Raperda itu,” katanya.
Sejarawan Solo, Soedarmono, menegaskan Pemkot dan DPRD Solo dinilai tak memiliki komitmen menjaga heritage yang bertebaran di Solo. Hal itu bisa diukur dari tak segeranya membuat Perda tentang heritage setelah UU No 11/2010 disosialisasikan. Ironisnya lagi, katanya, hal itu terjadi justru setelah Solo dideklarasikan sebagai Kota Cagar Budaya dalam konferensi kota-kota heritage tingkat dunia pada 2008 lalu.
”Omong kosong bicara Solo sebagai kota heritage. Nyatanya, Pemkot tak pernah menindaklanjuti setelah dapat sebutan Kota Heritage dalam WHCCE (World Heritages Cities Conference and Expo-red),” katanya. Soedarmono mengaku belum pernah sama sekali diajak membahas rencana penyusunan Raperda Heritage. Padahal, mestinya hal itu dilakukan sejak awal guna bahan masukan penyusunan Raperda Heritage.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Solo, YF Sukasno, menjelaskan pembahasan Raperda Heritage saat ini telah berada di tangan Badan Legislasi (Banleg). Diprediksikan tahun ini, penyusunan Raperda tersebut selesai. ”Saya pun berharap Raperda tersebut lekas selesai. Karena akan menjadi payung hukum dalam menjaga heritage di Solo,” paparnya.
asa