“Itu bohong. Saya yakin tidak akan cukup duitnya dengan BPJS. Karena BPJS itu kan sistemnya premi. Jadi sakit atau tidak sakit, per bulannya harus bayar,” tegas Bupati ketika dimintai tanggapan seputar pelaksanaan BPJS mulai tahun ini, Jumat (17/1/2014).
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
Bupati mencontohkan dana senilai Rp10 miliar yang telah dialokasikan Pemkab Boyolali untuk program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) selama ini justru sudah mampu mengkover hingga sekitar 400.000 warga miskin di wilayah itu.
“Karena sistemnya kan klaim. Jadi malah lebih mencukupi itu daripada harus dengan membayar premi. Sehingga kalau sekarang Boyolali harus ikut penuh BPJS, ya tidak mau. Wajibnya kan mulai 2018, jadi ya untuk yang premi hingga senilai Rp80 miliar itu ya mulai 2018. Kalau untuk saat ini, ya biar BPJS yang ikut-ikut,” katanya.
Ditanya tentang terbitnya Peraturan Menteri Dalam (Permendagri) No. 27/2013, Bupati mengatakan Pemkab setempat tahun ini telah menyiapkan dana sekitar Rp16 miliar dari APBD 2014 untuk program JKN tersebut, baik untuk Jamkesda maupun BPJS. Terkait berapa besar dana yang dialokasikan untuk BPJS, pihaknya terlebih dulu akan membandingkan dengan wilayah lain.
“Ya dilihat saja, Solo Rp2 miliar, ya kita Rp3 miliar. Dengan dana Jamkesda tersebut, bisa kita mainkan dulu untuk membayar seluruh KK miskin yang sakit, karena bayarnya by klaim. Jadi yang tidak pakai ya tidak perlu dibayar. Sementara saat ini yang kita ikutkan BPJS, yang sudah masuk kategori yang parah-parah saja, misalnya untuk pasien cuci darah dan sebagainya. Toh kita juga sudah punya datanya,” tandasnya.