Esposin, WONOGIRI -- Pelaku usaha peternakan di Dusun Dagangan, Desa Ngaglik, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri, mengalami potensi kerugian hingga miliaran rupiah, selama dua pekan terakhir. Kebijakan penutupan seluruh pasar hewan dinilai belum cukup membendung persebaran kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menjangkiti banyak hewan ternak milik warga di dusun tersebut.
Data termutakhir yang dihimpun Espos.id, hingga Jumat (3/6/2022), sapi suspek PMK di Kabupaten Wonogiri telah menembus angka 129 kasus. Kecamatan Bulukerto menjadi penyumbang terbanyak, yakni dengan kasus sapi suspek berjumlah 50 ekor.
Promosi Berlimpah Hadiah, BRImo FSTVL Hadir Lagi untuk Pengguna Setia Super Apps BRImo
Temuan kasus itu diprediksi bakal terus bertambah hingga genap 14 hari penutupan pasar hewan, Senin (6/6/2022). Sejak munculnya kasus pertama di Kecamatan Kismantoro, temuan kasus suspek PMK mengalami tren kenaikan dari hari ke hari.
Jumlah kasus PMK mulai meningkat, Kamis (26/5/2022) atau tiga hari pascakebijakan penutupan pasar hewan di Wonogiri. Saat itu, tim Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan (Dislapernak) Wonogiri mengungkapkan terjadi peningkatan 12 kasus, dari sebelumnya delapan menjadi 20 kasus.
Kepala Desa (Kades) Ngaglik, Parman, menyebutkan total kerugian para peternak di daerahnya mencapai miliaran rupiah. Di Dusun Dagangan, Desa Ngaglik terdapat 50-an pelaku usaha ternak.
Baca Juga: Penyakit Mulut & Kuku Merebak, Peternak Sapi Wonogiri Bagikan Tips ini
Dusun Dagangan menjadi persebaran kasus PMK di Kecamatan Bulukerto, Sebanyak empat kasus pertama di Kecamatan Bulukerto berasal dari dusun tersebut.
Kerugian hingga miliaran rupiah karena harga sapi yang terdeteksi suspek PMK akan turun di tingkat pasaran. Jika kesehatan sapi suspek PMK belum kunjung membaik dan justru melemah, hewan ternak tersebut bakal dipotong sebelum mati.
“Ruginya kalau hewan terpaksa dipotong sebelum waktunya. Pas beli sapinya utuh tapi pas menjualnya dalam bentuk daging. Kalau sudah begitu kerugiannya bisa mencapai 50 persen. Misalnya, beli sapi utuh sebelumnya seharga Rp20 juta. Lantaran kena PMK, harganya jatuh hingga Rp10 juta,” katanya saat dihubungi Espos.id, Minggu (5/6/2022).
Banyaknya temuan kasus suspek PMK menimbulkan kerugian dalam jumlah besar. Warga yang tak tahu gejala PMK cenderung tergiur membeli sapi dari Jatim dengan harga murah.
Baca Juga: Mentan Pastikan Penyakit Mulut dan Kuku Tak Pengaruhi Iduladha 2022
Salah seorang pedagang sapi di Dusun Dagangan, Sumar, mengaku membeli sapi dari Ngawi, Jatim, Minggu (22/5/2022). Sapi itu dibeli dengan harga murah, senilai Rp8 juta (harga di pasaran Rp9 juta).
Ia tak menyangka, harga sapi yang murah justru membuatnya bernasib sial. Saat sapi dibawa ke kandang ternak di samping rumahnya, musibah terjadi. Belakangan diketahui, sapi yang dibeli itu bergejala PMK.
Dalam sekejap, sapi dari Ngawi tersebut menulari tiga ekor sapi miliknya di kandang ternak, Selasa (24/5/2022). Curiga keempat sapinya bergejala PMK, Sumar kemudian melaporkan kondisi hewan ternak itu ke dokter hewan.
Saat ini, sapi milik Sumar masih dalam masa penyembuhan. Meski sudah membaik karena telah mendapat suntikan vitamin, Sumar masih belum diperbolehkan bertransaksi jual-beli sapi.
Baca Juga: Temukan Kasus PMK, Masyarakat Wonogiri Bisa Melapor ke Polisi
Hal itu membuatnya terpaksa harus kehilangan ladang ekonominya. Sebab, berdagang sapi hanyalah satu-satunya cara yang ia bisa lakukan untuk hidup dan menghidupi keluarganya.
"Pada mulanya itu, saya membeli sapi berkondisi lain [bergejala PMK] dari Ngawi, Jatim," katanya saat ditemui di rumahnya, Minggu (5/6/2022).