Tjiang mengaku sempat ditelepon pihak PMS untuk meminta persetujuan pemberian rincian biaya tersebut. Namun, kata Tjiang, dirinya berkeberatan lantaran hal tersebut dianggap tidak pantas untuk diketahui pihak di luar keluarga.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
“Saya sempat ditelepon oleh PMS yang intinya meminta ijin untuk memberikan data mengenai jumlah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan kremasi jenazah. Namun Saya merasa keberatan dengan hal tersebut,” ungkapnya.
Tjiang menganggap pihak JPN tidak memiliki etika dengan meminta rincian tersebut. Terkait hal ini, Tjiang mengaku tidak akan mengijinkan pihak PMS memberikan rincian biaya tersebut.
Sementara itu, pengacara Tjiang, Asri Purwanti ketika dihubungi Esposin mengungkapkan, selain pertimbangan etis, pihaknya mengaku akan menjadikan data rincian biaya tersebut sebagai barang bukti apabila mediasi tidak mencapai kata sepakat.
Asri juga mengancam akan melakukan tindakan hukum apabila ternyata data mengenai rincian biaya tersebut diberikan oleh pihak PMS.
“Kasus ini bukan kasus pidana, jadi pihak JPN tidak boleh seenaknya meminta rincian biaya tersebut tanpa ijin ahli waris. Apalagi, data tersebut nantinya akan kami jadikan barang bukti apabila tidak ada kesepakatan dalam mediasi,” paparnya.
Saat Esposin mencoba meminta konfirmasi ke pihak Thiong Ting, salah satu staf administrasi, Aditya, mengaku pernah ada permohonan dari kejaksaan terkait data-data korban. Namun, Aditya mengaku tidak mengetahui apakah data tersebut sudah diberikan atau belum.
“Pernah ada yang minta dari kejaksaan, tapi karena yang mengurusi hal itu saat ini sedang cuti, saya belum tahu kelanjutannya. Terkait surat dan isi permohonannya saya juga tidak mengetahui isinya,” paparnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, ahli waris korban kecelakaan yang melibatkan bus Damri menggugat pihak Damri senilai Rp1 miliar. Kasus ini sendiri kini sedang dalam proses mediasi antara pihak penggugat dan tergugat.