Esposin, SOLO -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah (Kanwil) Jateng II menuntut wajib pajak (WP) berinisial RIS yang dinilai merugikan negara hingga Rp17 miliar.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Kepala DJP Kanwil Jateng II, Rida Handanu, menyampaikan RIS mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Solo atas penetapan sebagai tersangka kasus tindak pidana pajak. Pengajuan praperadilan dilakukan karena tuntutan dinilai kedaluwarsa dan tidak cukup bukti.
Namun hakim tunggal perkara praperdilan, Pandu Budiono, menolak permohonan RIS untuk seluruhnya dan menghukum RIS membayar seluruh biaya yang timbul. Penolakan hakim karena pokok perkara menyatakan kedaluwarsa tindak pidana bidang perpajakan bukan merupakan pokok praperadilan sesuai ketentuan Pasal 1 angka 10 jo Pasal 77 KUHP jo putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/UU-XII/2014 28 April 2015 dan dalil yang menyatakan tidak ada kerugian negara harus dibuktikan dalam materi atau pokok perkara.
“Kasus tersebut sudah P21 [lengkap] dan segera diproses,” ujar Rida saat ditemui wartawan di Kantor Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS), Kamis (2/11/2017).
Dia menjelaskan penuntutan tersebut dilakukan untuk kasus pajak 2007-2008 yang diperiksa pada 2014 hingga awal 2016. Karena ada program tax amnesty (TA) atau pengampunan pajak, penyelidikan tersebut dihentikan dengan harapan WP bersangkutan mengikuti TA.
Namun hingga batas waktu TA berakhir, pengusaha asal Solo ini tidak memanfaatkan program tersebut sehingga proses penyelidikan dilanjutkan. RIS memiliki beberapa lini usaha.
“Ini beda dengan gijzelling atau penyanderaan, kalau penyanderaan itu karena ada tunggakan pajak yang belum dibayar tapi ini sudah masuk ranah pidana jadi memang tidak melewati tahap penyanderaan tapi langsung tuntutan hukum,” ujarnya.
Menurut dia, saat ini DJP Kanwil Jateng II sudah membidik beberapa orang untuk disandera. Namun, daftar tersebut masih diajukan ke Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
Dia enggan menyebutkan jumlah WP yang akan disandera. Rida menyampaikan tingkat kepatuhan terus meningkat dan saat ini mencapai 70% tapi masih ada WP yang tidak paham, lalai, salah menghitung, bahkan dengan sengaja memberikan laporan pajak yang tidak sesuai kenyataan.
Di sisi lain, DJP Kanwil Jateng II melakukan penandatanganan memorandum of understanding (MoU) dengan PMS. Hal ini untuk sosialisasi kebijakan perpajakan ke anggota maupun masyarakat umum.
Apalagi beberapa waktu terakhir cukup banyak aturan baru mengenai perpajakan. Kerja sama tersebut tidak hanya dengan organisasi atau asosiasi tapi juga universitas dan pemerintah daerah (pemda).
Wakil Ketua Umum PMS, Sumartono Hadinoto, menyampaikan kerja sama ini merupakan perpanjangan kerja sama tiga tahun lalu. Tujuan kerja sama tersebut karena banyak anggota PMS merupakan pengusaha dan diharapkan kerja sama ini menjadi jembatan antara masyarakat dan juga DJP.
“Selama ini banyak masyarakat yang enggak paham mengenai perpajakan jadi kami ingin menjembatani kebutuhan tersebut,” kata dia.