Esposin, SOLO--Perayaan hari keagamaan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa di kawasan Balai Kota Solo sejauh ini belum cukup menjadikan Solo jadi kota paling toleran. Kota Solo punya banyak PR supaya tidak terlempar dari 10 besar kota paling toleran di Indonesia.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan kepada Esposin, Kamis (1/2/2024) siang. Skor toleransi Kota Solo anjlok dari ranking 4 tertinggi pada 2022 menjadi ranking 10 pada Indeks Kota Toleran (IKT) 2023.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Setara Institute mempromosikan praktik-praktik baik toleransi 94 kota di Indonesia melalui laporan IKT.
IKT adalah studi pengukuran kinerja kota, meliputi pemerintah kota, dan elemen masyarakat dalam mengelola keberagaman, toleransi, dan inklusi sosial. Pengukuran IKT mengkombinasikan paradigma hak konstitusional warga sesuai jaminan konstitusi, hak asasi manusia (HAM) sesuai standar hukum HAM internasional dan tata kelola pemerintahan yang inklusif.
“Kota Solo lebih banyak partisipasi masyarakat, sosial, simbolik, semua dikasih ruang atau fasilitas bergantian meramaikan hari besar keagamaan. Yang begitu gak abadi karena butuh anggaran, kalau gak ada partisipasi sosial bisa gak jalan, kalau gak ada partisipasi swasta gak jalan,” kata dia.
Menurut dia, sejumlah kota sudah memiliki regulasi untuk kelembagaan toleransi. Kelembagaan toleransi dalam bentuk regulasi memiliki sifat progresif. Kota Solo perlu banyak perbaikan supaya tidak tergelincir dari 10 besar kota paling toleran di Indonesia.
Catatan Esposin, tak hanya Imlek, kawasan Jl Jenderal Sudirman dan Jl Jenderal Urip Sumoharjo menjadi lokasi perayaan hari besar keagamaan selama Gibran menjadi Wali Kota Solo, seperti Natal, Idulfitri, Waisak, Nyepi, dan Sura oleh umat kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa.
Rangkaian Festival Budaya Spiritual di Balai Kota Solo, tahun lalu, untuk umat kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.
Wakil Wali Kota Solo Teguh Prakosa mengaku kaget dengan pencapaian IKT Kota Solo yang menempati rangking 4 turun menjadi 10. Teguh sempat mempertanyakan indikator yang digunakan dalam menentukan IKT.
“Kami agak kaget, indikatornya apa ini dari 4 ke 10. Sementara kota kami di seputarannya ada pernik-pernik, baru ditangkap satu di kelurahan Mojo [terduga teroris]” ujar dia saat memberikan sambutan di Jakarta.
Dia menjelaskan Pemkot Solo tidak memasang pagar di Balai Kota Solo selama 10 tahun terakhir. Semua komunitas agama bisa merayakan hari raya keagamaan di Balai Kota Solo dengan memasang instalasi lampu, pernik-pernik, dan berbagai kegiatan.
“Itu kami gambarkan secara nyata bahwa kami hidup setara pada siapapun. Terima kasih justru kami mawas diri atau mungkin regulasinya belum ada. Regulasi menjadi penting supaya seluruh kepada daerah terikat dengan kebijakan yang tidak bisa dilakukan semaunya sendiri,” ujar dia.
Terpisah, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Solo Indradi AP belum bisa diwawancarai sejak Rabu (31/1/2023). Indradi hanya menjelaskan sedang rapat Rabu pagi.
Skor studi IKT Kota Solo 5,8. Berikut perincian IKT Kota Solo pada empat variabel dengan delapan indikator sebagai alat ukur.
A. Regulasi Pemerintah Kota • Indikator 1 : Rencana pembangunan dalam bentuk RPJMD dan produk hukum pendukung lainnya (5,5 poin) • Indikator 2 : Ada tidaknya kebijakan diskriminatif (7 poin)
B. Regulasi Sosial • Indikator 3 : Peristiwa intoleransi (6 poin) • Indikator 4 : Dinamika masyarakat sipil terkait isu toleransi (5 poin)
C. Tindakan Pemerintah • Indikator 5 : Pernyataan pejabat kunci tentang isu toleransi (5 poin) • Indikator 6 : Tindakan nyata terkait isu toleransi (5 poin)
D. Demografi Sosio-Keagamaan • Indikator 7 : Heterogenitas keagamaan penduduk (6 poin) • Indikator 8 : Inklusi sosial keagamaan (6 poin)