Esposin, BOYOLALI – Kekuatan Koalisi Harapan Baru Boyolali pendukung pasangan calon bupati-calon wakil bupati (Cabup-Cawabup) Agus Irawan-Dwi Fajar Nirwana di DPRD Boyolali 2024-2029 di atas kertas memang kurang. Mereka hanya memiliki 20% suara di DPRD Boyolali.
Jumlah kursi dalam parlemen pendukung keduanya yaitu Golkar, Gerindra, dan PKB total hanya 10 dari 50 kursi. Sedangkan koalisi PDIP dan PKS pengusung Cabup-Cawabup Marsono-Sailfulhaq Mayyazi mengantongi 80% suara atau 40 kursi.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Meski begitu , Ketua Tim Pemenangan Agus Irawan-Dwi Fajar Nirwana, Fuadi, menyatakan tetap optimistis pasangan calon yang didukung koalisinya bisa memerintah dengan efektif seandainya terpilih memimpin Boyolali. Dia menyampaikan Undang-undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa lembaga eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan sejajar.
Fuadi mengatakan keduanya adalah mitra yang tidak dapat saling menjatuhkan satu sama lain. Ketika ada mayoritas kursi suatu partai dalam parlemen, lanjut dia, tentu akan mempermudah semua persetujuan dalam semua kebijakan khususnya peraturan daerah (perda). “Yang perlu diingat prinsip pelaksana pemerintahan daerah adalah di bupati dan semua OPD [Organisasi Perangkat Daerah] di bawahnya. DPRD tidak bisa memerintah OPD tanpa melalui bupati,” ujarnya saat dihubungi
Selanjutnya, Fuadi mengatakan ketika dalam kondisi dianggap rival atau beda koalisi lalu DPRD bersikap tidak setuju dengan alasan yang tak jelas atau jelas pun, maka semua keputusan akan dikembalikan ke pusat. Sehingga, lanjut dia, tidak ada istilah di DPRD kabupaten menyetop dan mosi tidak percaya pada bupati atau demosi secara sepihak atau seenaknya. Semua melalui kajian dan dievaluasi oleh gubernur serta pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri.
"Di sisi lain ketika itu terjadi, bupati bisa mengambil sikap mempersulit kebijakan pencairan anggaran di DPRD melalui OPD di bawahnya. Jadi pada prinsipnya ada keseimbangan check and balance antara DPRD dengan bupati, review gubernur sampai naik Kementerian Dalam Negeri," jelas pria yang juga ketua DPD Partai Golkar Boyolali tersebut.
Fuadi mengungkapkan ketika APBD tahun berjalan deadlock atau tidak disetujui DPRD maka, terdapat regulasi yang mengatur bahwa bupati menggunakan estimasi seperti APBD tahun sebelumnya. Ia menilai bupati justru memiliki kewenangan penuh untuk mengatur semuanya. "Pada prinsipnya ketika DPRD mayoritas tidak sepihak dengan bupati, pemerintah daerah tetap berjalan. Peran bupati sebagai decision maker [pengambil keputusan]. Apalagi payung bupati ke atas linier antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi sesuai warna bupati terpilih. Setiap waktu ada masanya, setiap masa ada orangnya," tukas dia.
Perimbangan kekuatan di DPRD tersebut pernah disinggung oleh politikus senior PDIP Boyolali, Seno Kusumoharjo atau Seno Gede, saat memberikan sambutan sebelum pendaftaran pasangan calon Marsono-Sailfulhaq di DPC PDIP Boyolali beberapa waktu lalu.
"Umpamane, ning ketoke ora mungkin. Umpamane kono isoh menang ngono yo koplak ndhase. Sebabe apa? Hla wong sing nyekel anggaran wong PDIP karo PKS. [Seumpama Agus Irawan-Dwi Fajar menang, tapi sepertinya enggak mungkin. Kalau menang begitu pusing kepalanya. Soalnya yang memegang anggaran orang dari PDIP dan PKS],” kata dia.
Ia menilai 10 kursi yang dipegang Golkar, Gerindra, dan PKB ketika rapat DPRD tidak bisa berkutik karena 40 kursi diduduki PDIP dan PKS.