Esposin, SOLO --Pengembang kurang tertarik membangun rumah susun (rusun) di Soloraya, meskipun backlog rumah di Soloraya terus meningkat beberapa tahun terakhir.
Alih-alih membangun rusun di pusat kota Solo, para pengembang lebih memilih membangun rumah subsidi di kabupaten-kabupaten penyangga. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Real Estate Indonesia (REI), Maharani saat dihubungi Esposin, Senin (23/1/2023).
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
“Tetapi di Solo lahan sudah tidak ada untuk rumah subsidi, yang bisa hanya lokasi penyangga Soloraya, Karanganyar, Sukoharjo, Boyolali, Sragen, Wonogiri, Klaten,” jelas dia.
Menurut Maharani, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi jenis Fasilitas Likuidasi Pembiayaan Perumahan (FLPP) dinilai lebih terjangkau untuk warga Soloraya yang ingin memiliki hunian sendiri.
“FLPP saja murah milik sendiri kok. Sekarang 30 tahun angsuran hanya sekitar Rp600.000an per bulan,” jelasnya.
Jika harus memaksa untuk membangun hunian di Kota Solo, Maharani mengatakan para pengembang tentu lebih berminat membangun apartemen di Kota Solo dibandingkan harus membangun rusun. Karena menurutnya, rusun cenderung pada sewa dari pemerintah bukan kepemilikan pribadi.
“Karena rumah susun itu cenderung kepada sewa saja yang itu biasa diberikan dari pemerintah daerah setempat. Kalau kami sebagai pengembang, ya lebih minat apartemen, karena memang kalau wilayah Solo itu kan tidak mungkin kami membangun rumah dengan harga yang segitu [setara dengan subsidi],” ucap dia,
Maharani mengakui untuk membangun rumah subsidi di Kota Solo bisa menjadi suatu kemustahilan. Pengembang perlu mengeluarkan biaya selangit untuk membangun rumah tapak di Kota Solo, terutama dari pertimbangan harga tanahnya. Tapi jika menjual rumah komersial, kata Maharani, kemungkinan pengembang masih bisa melakukan itu.
Lebih lanjut, Maharani menilai apartemen subsidi bisa menjadi wajah baru terhadap jenis hunian di Kota Solo. Pangsa pasarnya adalah kalangan elite di Kota Solo. Menurut Maharani, peminat apartemen dinilai mulai cukup banyak.
“Wajah baru buat pengembang kelas elite, bukan menengah ke atas [yakni apartemen]. Karena di Solo buat rumah harga Rp15 juta wis ra mungkin iso,” terang dia.
Maharani menganjurkan para pengembang membuat apartemen jenis subsidi di Kota Solo. Menurut Maharani, apartemen dengan harga maksimal Rp250 juta masih bisa mendapatkan subsidi dari pemerintah.
“iya, maksimal Rp250 juta dapat subsidi dari pemerintah seperti FLPP,”kata dia.
Ada banyak program yang ditawarkan untuk pembelian apartemen bagi pencari hunian elite di Kota Solo. Masing-masing program mempunyai syarat dan ketentuan yang berbeda-beda.
“Ada program dari BPJS, ini ada lagi dari Tapera,” jelas dia.