SOLO–Program transportasi publik dapat menjadi materi debat antara calon kepala daerah saat Pilkada 2024 di Jawa Tengah. Keberadaan angkutan perkotaan dan angkutan perdesaan di Jateng banyak yang tidak beroperasi.
Hal itu disampaikan Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, kepada Esposin melalui keterangan tertulis, Senin (16/9/2024).
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
Menurut dia, pembenahan transportasi publik dapat menjadi program yang ditawarkan para kepala daerah di Jateng, baik Calon Gubernur dan Calon wakil Gubernur Jateng, maupun Calon Bupati/Calon Wakil Bupati dan Calon Walikota/Calon Wakil Walikota di Jawa Tengah.
“Transportasi publik sudah menjadi kebutuhan dasar seperti halnya sandang, pangan, perumahan, pendidikan, dan kesehatan,” kata Djoko.
Dia menjelaskan keberadaan transportasi publik menjadi kebutuhan dasar tapi tidak didukung Undang-Undang (UU) No. 23/2024 tentang Pemda. Banyak pemda terkendala anggaran yang minim, sehingga tidak mampu membenahi angkutan umum di daerahnya.
Selain itu, sektor perhubungan urusan wajib tidak terkait pelayanan dasar (UU No. 14/2014 tentang Pemerintah Daerah), sehingga anggaran yang dialokasikan ke Dinas Perhubungan (Dishub) sangat kecil dibandingkan pendidikan dan kesehatan.
Mengutip Kajian Teknis Angkutan Perkotaan yang dilakukan Ditjenhubdat pada 2019, proporsi anggaran Dishub di beberapa kota di Indonesia kisaran 0,22 persen sampai 3,1 persen dari total APBD.
“Indonesia tengah mengalami krisis transportasi umum. Jumlah angkutan umum semakin tahun semakin berkurang. Banyak kota yang sudah tidak memiliki layanan angkutan umum,” ungkap dia.
Menurut Djoko, kondisi itu dimulai saat masyarakat mulai beralih menggunakan sepeda motor ketimbang kendaraan umum pada 2005 atau awal revolusi sepeda motor yang mudah didapat.
Selain lebih murah, sepeda motor lebih efektif dalam bermobilitas. Masyarakat yang menggunakan angkutan umum penumpang cenderung menurun. Kondisi angkutan umum perkotaan di banyak kota sudah tidak beroperasi. Demikian pula dengan angkutan pedesaan banyak yang tidak beroperasi.
Kenaikan Angka Putus Sekolah
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah melakukan kajian tidak ada layanan angkutan umum, menyebabkan kenaikan angka putus sekolah di kalangan pelajar. Bagi orang tua yang mampu, dapat membelikan sepeda motor untuk anaknya bersekolah.
“Namun, orang tua yang tidak mampu memilih tidak melanjutkan sekolah. Pada gilirannya, ada kenaikan angka perkawinan usia anak meningkat. Tentunya hal tersebut akan memunculkan banyak masalah,” papar Djoko.
Djoko mengatakan ketiadaan layanan transportasi publik bukan sekedar memunculkan masalah kemacetan lalu lintas, polusi udara, kecelakaan lalu lintas. Bahkan, pengeluaran terbesar dalam pembiayaan rumah tangga adalah transportasi.
Djoko menjelaskan hal itu sesuai dengan temuan tim Jurnalisme Data Harian Kompas, tiga pengeluaran teratas kelompok calon kelas menengah dan kelas menengah adalah pembelian kendaraan pribadi (mobil/sepeda motor), sewa/kontrak rumah, dan pembelian BBM.
“Pengeluaran transportasi per bulan masih lebih tinggi dibandingkan pengeluaran pendidikan per bulan. Ketiadaan layanan angkutan umum di kawasan hunian menjadi penyebabnya,” ungkap dia.
Program pembenahan transportasi publik sangat jarang ditawarkan ke masyarakat dan KPUD dapat menjadikan materi debat antara calon kepala daerah. Hanya Daerah Khusus Jakarta yang telah secara rutin menjadikan transportasi sebagai materi debat para calon Gubernur Jakarta.
Di Jawa Tengah, kata Djoko, ada 4 program angkutan umum yang terlaksana dengan APBN dan APBD. Trans Semarang beroperasi sejak 17 September 2009. Saat ini Bus Trans Semarang memiliki delapan koridor utama, satu koridor khusus, dan empat koridor pengumpan (feeder). Tahun 2024 dianggarkan Rp260 miliar (5 persen dari APBD Kota Semarang).
Kemudian di pertengahan tahun 2017 hadir layanan Bus Trans Jateng yang hingga sekarang sudah beroperasi 7 koridor. Ketujuh koridor itu tersebar di empat wilayah aglomerasi. Tiga koridor di Kawasan Kedungsepur. Dua koridor di Kawasan Subosukawonosraten (Surakarta/Solo-Sumber Lawang dan Wonogiri-Surakarta).
Lalu di Kawasan Barlingmascakeb (Purwokerto-Purbalingga) dan Purwomanggung (Kutoarjo-Purworejo-Borobudur) masing-masing satu koridor. Tahun 2024 dianggarkan Rp110 miliar untuk subsidi Bus Trans Jateng.
Melalui APBN, tahun 2020 diselenggarakan Batik Solo Trans dengan 6 koridor utama dan 6 koridor angkutan penumpan (feeder). Pada 2021, Trans Banyumas beroperasi di wilayah Kabupaten Banyumas dengan tiga koridor.
Sementara itu, Pemkot Solo telah mengambil alih 3 koridor angkutan pengumpan (feeder) Batik Solo Trans dengan anggaran sekitar Rp 15 miliar sejak awal 2024.
8 Wilayah Aglomerasi
Di Jawa Tengah ada 8 wilayah aglomerasi. Kedungsepur (Kab. Kendal, Kab. Demak, Ungaran, Kota Salatiga, Kota Semarang, Purwodadi), Petanglong (Kota Pekalongan, Kab. Batang, Kab. Pemalang, Kab. Pekalongan), Bergas (Kab. Brebes, Kota Tegal, Slawi), Barlingmascakeb (Kab. Banjarnegara, Kab. Purbalingga, Kab. Banyumas, Kab. Cilacap, Kab. Kebumen).
Kemudian, Subosukawonosraten (Kab. Sukoharjo, Kab. Boyolali, Kota Surakarta, Kab. Karanganyar, Kab. Sragen, Kab. Klaten), Wanarakuti (Juwana, Kab. Jepara, Kab. Kudus, Kab. Pati), dan Purwomanggung (Kab. Purworejo, Kab. Temanggung, Kab. Wonosobo). Terbaru ada Kawasan Keburejo, yakni Kab. Kebumen dan Kab. Purworejo.
“Kebutuhan layanan angkutan umum di semua kawasan koridor ini bisa lebih dari 30 koridor Bus Trans Jateng. Di Tengah meredupnya layanan bus AKDP, kehadiran bus Trans Jateng sangat diperlukan,” jelas dia.
Berdasarkan Studi Tingkat Kemanfaatan Layanan Trans Jateng di Koridor Purwokerto – Purbalingga dan Kutoarjo – Magelang yang diselenggarakan Dishub Provinsi Jawa Tengah 2022, besarnya pengeluaran transportasi per bulan pengguna Bus Trans Jateng sebelum menggunakan Bus Trans Jateng, 28 persen sampai 31 persen. Setelah menggunakan Bus Trans Jateng menjadi 9 persen hingga 15 persen atau menurun 50 persen.
Angkutan bus perintis yang beroperasi di Jawa Tengah hanya satu trayek, yakni trayek Teluk Penyu – Kemit – Nusa wungu di Kabupayen Cilacap. Pemprov Jateng dapat mengajukan sejumlah angkutan bus perintis, terutama trayek antar pedesaan ke kota yang melintas lebih dari kabupaten/kota.
Selain itu, kata Djoko, masih ada sejumlah jaringan jalan rel non aktif yang harus direvitalisasi atau diaktifkan. Melalui Peraturan Presiden No.79/2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan Kendal - Semarang - Salatiga - Demak - Grobogan, Kawasan Purworejo - Wonosobo - Magelang - Temanggung, dan Kawasan Brebes - Tegal - Pemalang
Perpres ini tidak berjalan maksimal disebabkan kondisi keuangan negara terbatas untuk mengatasi pandemi Covid-19 sehingga tidak satupun rencana mengaktifkan jaringan jalan rel di Jawa Tengah terwujud.
Lintasan Purwokerto-Wonosobo (88 km), lintasan Semarang-Rembang (150 km), dan Yogya-Magelang-Ambarawa (121 km). Sementara lintasan Kedungjati-Tuntang sepanjang 30 km belum tuntas sejak 2013 lalu. Padahal lahan yang sebelumnya dipenuhi bangunan, tahun 2013 sudah ditertibkan.
Kepala Daerah Jawa Tengah terpilih tentunya memiliki kewajiban untuk meneruskan program ini dengan bantuan APBN. Beberapa daerah di Jawa Tengah sudah memiliki masterplan atau Perencanaan Angkutan Umum, seperti Kota Salatiga, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Pati, Kabupaten Kendal.
“Harus diakui Program Transportasi Publik tidak diminati para calon kepala daerah. Hal ini disebabkan butuh waktu setidaknya 5 tahun agar bisa terwujud. Lain halnya dengan janji membangun jalan, cukup setahun sudah dapat terwujud. Masyarakat harus cerdas memilih kepala daerah yang memiliki program langsung dapat dirasakan dalam kesehariannya, terutama dalam berperjalanan [mobilitas] yang murah dan mudah didapat,” ungkap dia.