Esposin, SOLO -- Banyaknya warung di Kota Solo yang menjual menu olahan daging anjing tak bisa dimungkiri tak lepas dari banyaknya penggemar atau konsumen menu kuliner tersebut.
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
Meski sebagian berjualan tidak secara terang-terangan, warung-warung itu tetap didatangi pembeli. Menu yang mereka sediakan sering kali habis hanya dalam hitungan jam.
Beberapa hari lalu, Esposin mendatangi salah satu warung makan yang menyediakan masakan olahan berbahan dasar daging anjing di kawasan Nusukan, Banjarsari, Solo.
Berbeda dengan beberapa warung kuliner anjing lain di Solo, sang pedagang di warung itu tak berusaha menutup-nutupi fakta bahwa ia berjualan kuliner berbahan olahan daging anjing.
Tulisan "Rica-Rica Guk-Guk" terpampang jelas pada kain penutup di bagian depan, tidak dibalik seperti beberapa warung lain yang pernah Esposin lihat. Memasuki bagian dalam warung, ukuran warung itu tidak begitu luas.
Baca Juga: Menelisik Rantai Bisnis Perdagangan Anjing di Solo sampai Jadi Rica-Rica Gukguk
Warung tersebut berada di teras rumah yang dipanjangkan hingga trotoar. Hanya ada tiga set meja panjang dengan salah satunya berdekatan dengan meja penjual. Menu yang ditawarkan bervariasi.
Ada rica-rica, tongseng, hingga daging empal, semuanya menggunakan daging anjing. Saat itu ada tiga orang pembeli yang sedang mengantre dan hanya satu pengunjung yang tengah makan di tempat.
Paham Cara Olah Menu Kuliner Daging Anjing
Harga olahan daging anjing yang dipatok warung kuliner anjing di Solo itu juga beragam mulai dari Rp20.000 hingga Rp30.000 sudah termasuk nasi putih. Sang pedagang, berinisial St, mengaku baru berjualan menu kuliner daging anjing pada 2018.
Ditanya alasannya berjualan daging anjing, ia mengaku melihat adanya pangsa pasarnya cukup luas di Kota Solo. "Dulu sebenarnya sempat bantu-bantu di salah satu warung di dekat Sumber sejak 2014, sama jualan olahan anjing juga," urainya.
Baca Juga: Rantai Bisnis Perdagangan Anjing di Solo, Daerah Pemasok Masih Endemik Rabies
Pada pertengahan 2018, St menceritakan suaminya kena pemutusan hubungan kerja (PHK). St bersama sang suami pun kemudian mengumpulkan tabungan dan membuka warung kuliner daging anjing.
Alasan lainnya selain konsumennya ada juga karena St sudah paham cara mengolah daging anjing. Meskipun begitu, pedagang berusia 46 tahun ini menyebut mengolah daging anjing tidak lah mudah.
Ia mengatakan daging anjing memiliki serat yang lebih padat dibandingkan sapi atau pun kambing. Selain itu jika salah mengolah, rasa amis anjing akan keluar dan dagingnya akan alot.
"Daging anjing itu harus diolah dengan benar, karena kalau enggak, dia akan alot dan lengket sama tulangnya, apalagi misal pas nggorengnya kurang lama, amisnya keluar," jelasnya.
Baca Juga: Sekelumit Kisah di Warung Kuliner Anjing Solo, 45 Menit Didatangi 8 Pembeli
Desakan Larangan Jual-Beli Daging Anjing
Pemilik warung kuliner itu mengaku tahu saat ini ada banyak desakan dari Pemkot Solo dan berbagai pihak terkait pelarangan jual beli olahan daging anjing. Namun, banyaknya penggemar olahan daging anjing di Solo membuatnya belum berpikir untuk beralih jualan manu lainnya.Di warung kecilnya, St mengatakan menu kuliner anjing hampir selalu habis sebelum pukul 17.00 WIB. "Susah [untuk melarang perdagangan daging anjing], wong sederet sini sudah bertahun-tahun makan daging anjing," ucapnya.
Bahkan, St bercerita dulu ada angkringan di sekitar warungnya yang menyediakan satai daging anjing. "Kalau di sini saya misal nyetok 5 kilogram daging anjing, paling lama jam lima sore sudah habis, ya tutup, karena apa, ya penikmatnya masih banyak," ujarnya.
Kondisi hampir serupa terjadi pada warung kuliner daging anjing yang dikunjungi Esposin sebelumnya, juga di kawasan Kecamatan Banjarsari. Warung dengan bangunan permanen itu cukup besar dan memiliki 10 set meja-kursi untuk pembeli.
Baca Juga: Gibran soal Maraknya Kuliner Anjing di Solo: Pedagang-Konsumen Sama-sama Salah
Warung kuliner anjing di Solo ini juga cukup laris. Selama 45 menit berada di warung itu, Esposin menghitung ada sekitar delapan pembeli yang datang. Ada yang meminta pesanannya dibungkus atau dibawa pulang dan ada pula yang makan di tempat.
Pernah Beralih Jual Selain Daging Anjing
Berdasarkan informasi yang diperoleh Esposin, pemilik warung itu merupakan satu dari tiga pedagang olahan daging anjing yang pernah beralih usaha dengan berjualan menu daging ayam dan itik serati.Namun peralihan itu tidak bertahan lama. Hanya sekitar setengah tahun dan kemudian kembali lagi berjualan menu kuliner olahan daging anjing. Pemilik warung saat ditanya Esposin enggan menjawab alasannya beralih usaha kemudian kembali lagi berjualan kuliner anjing.
Namun, lurah setempat J membenarkan warung itu memang sempat beralih usaha menjual menu kuliner daging ayam dan itik serati. Menurut J, warung tersebut beralih menjual menu ayam dan itik karena ada.
Baca Juga: Akhirnya Bertemu Gibran, DMFI Akui Tak Mudah Larang Daging Anjing di Solo
Menurut J, saat berjualan daging ayam dan itik, pembeli di warung itu sepi. Padahal pemilik warung membutuhkan modal dan penghasilan untuk menghidupi keluarga, sehingga akhirnya beralih kembali ke menu daging anjing.
“Itu ayam sama mentok ya tidak bertahan lama. Kapannya saya gak tahu persis, saya gak nggatekne,” katanya kepada Esposin, Jumat (24/9/2022) pagi.
Menurut dia, warung kuliner anjing di Solo itu termasuk luar biasa banyak pelanggan khususnya pada Jumat-Sabtu. Para pelanggan banyak yang dari luar kota dilihat dari pelat nomor kendaraannya.
Upaya Menghentikan Perdagangan Daging Anjing
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Solo mencatat ada tiga pelaku usaha olahan daging anjing yang beralih dengan daging lainnya atas kesadaran sendiri. Namun, ada dari mereka yang kembali berjualan kuliner anjing, bahkan ada yang berhenti berjualan sama sekali.Baca Juga: Gibran Akui Tingginya Konsumsi Daging Anjing Tak Selaras dengan Branding Solo
Kepala Bidang Veteriner Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Solo Agus Sasmita menjelaskan tiga pelaku usaha itu berada di Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Jebres Solo. Mereka berjualan olahan daging selain daging anjing namun hanya bersifat selingan pada tahun ini.
“Sempat bakul tidak menjual daging anjing karena enggak ada pasokan. Itu kan pernah beralih ke rica-rica mentok. Tapi enggak berjalan mulus sampai dua bulan omzetnya gak seperti [yang diharapkan], istilahnya mereka merugi,” katanya kepada Esposin, belum lama ini
Fakta bahwa penggemar atau konsumen menu kuliner daging anjing di Solo ini masih banyak patut menjadi perhatian Pemkot Solo jika ingin benar-benar menghentikan praktik perdagangan daging anjing di Kota Bengawan.
Tidak hanya pedagang, para konsumen ini juga mesti diberikan edukasi bahwa anjing bukanlah hewan untuk konsumsi dan berpotensi menularkan rabies. Belum lagi branding Kota Solo di mata dunia bisa terhambat jika budaya konsumsi daging anjing dibiarkan.