Esposin, BOYOLALI — Aktivitas penambangan di Boyolali yang kian marak tak mampu mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) setempat.
Promosi BRI Dampingi Petani Jeruk Semboro di Jember Terapkan Pertanian Berkelanjutan
Per Agustus 2015, pendapatan daerah dari pajak bahan mineral bukan logam dan batuan hanya berkisar Rp48,7 juta. Realisasi ini masih sangat jauh dari target pendapatan pajak bahan mineral bukan logam dan batuan tahun ini senilai Rp550 juta.
“Pajak ini kami berlakukan baik kepada aktivitas tambang resmi sudah berizin maupun yang ilegal. Semua tetap kami kenakan pajak,” kata Kepala Bidang (Kabid) Pajak Daerah dan Pendapatan Lain-lain (PDPL) Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Boyolali, Agus Setyawan, di ruang kerjanya, Jumat (23/10/2015).
Menurut Agus, minimnya pendapatan pajak daerah dari sektor tambang disebabkan banyak pengusaha tambang yang main mata dengan pemerintah.
"Belum lagi setelah adanya kasus Lumajang, banyak pengusaha yang ketakutan dan bermain aman banyak yang menghentikan sementara usaha tambangnya,” kata Agus.
Agus mengakui ketentuan pengenaan pajak bagi tambang ilegal sempat menuai protes dari sejumlah pihak. Protes disampaikan karena dengan pemberlakuan pajak bagi semua pengusaha tambang sama artinya DPPKAD melegalkan tambang-tambang tak berizin.
“Kami hanya menjalankan ketentuan. Pendekatannya, ketika penambang sudah bisa menjual hasil tambang, berarti sudah kena pajak, baik sudah berizin maupun belum berizin,” kata dia.
Sementara itu, ketentuan mengenai pajak bahan mineral bukan logam dan batuan ini tertuang dalam SK Bupati No.540/566 Tahun 2012 tentang Nilai Pasar Bahan Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Dalam ketentuan tersebut, Pemkab Boyolali memberlakukan diskon 50% dari ketetapan pajak. “Biarpun sudah ada diskon tetap saja kesadaran pengusaha membayar pajak sangat minim,” ungkap dia.