WONOGIRI — Sepanjang tahun 2012, Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan (Disnakperla) Wonogiri berhasil mengangkut 40 jaring angkut alias branjang di Waduk Gajah Mungkur (WGM). Jumlah temuan branjang yang masih tinggi itu memacu dinas tersebut menggiatkan operasi pada 2013.
Kepala Disnakperla Wonogiri, Rully Pramono Retno, mengatakan kendati dari tahun ke tahun jumlah nelayan yang nekat memakai jaring branjang cenderung berkurang, pihaknya tidak mau kecolongan. Seperti diketahui, penggunaan branjang untuk menangkap ikan dilarang berdasarkan Perda Nomor 3/2012 tentang retribusi khusus perikanan di kawasan WGM. Aktivitas tersebut bisa memusnahkan populasi ikan-ikan yang masih kecil.
Promosi Dukung Perkembangan Industri Kreatif, BRI Gelar Kompetisi Creator Fest 2024
Terkait hal itu, tahun 2013 Disnakperla berencana menambah jadwal operasi jaring branjang. “Tahun 2012, hanya ada dua kali operasi setahun, ditambah satu kali dari Pemprov Jawa Tengah. Tahun 2013 ini, untuk dinas sendiri kami usulkan tiga kali operasi selama setahun,” jelas Rully, Rabu (2/1/2013).
Kepala Bidang (Kabid) Perikanan dan Kelautan Disnakperla Wonogiri, Heru Soetopo, merinci 40 jaring yang berhasil diamankan selama 2012 itu diperoleh dari lima kali operasi. Dua di antaranya dilakukan Disnakperla, satu operasi dilaksanakan Pemprov, dan dua operasi yang lain dilakukan kelompok pengawas masyarakat (pokwasmas) setempat. Operasi branjang terakhir digelar bersama pokwasmas pertengahan Desember. Operasi itu berhasil mengamankan dua jaring dan delapan alat untuk mengerek jaring.
Menurut Heru, aktivitas nelayan menggunakan jaring branjang biasanya dilakukan sore sampai malam hari. Setelah menebar jaring, nelayan nakal ini menunggu sampai ikan masuk ke jaring dan selanjutnya menarik jaring dengan alat untuk mengerek. Ukuran jaring bervariasi mulai 12 meter persegi (m2), 20 m2 dan 36 m2 dengan harga lebih dari Rp2 juta per unit. Jaring branjang biasanya disebar di perairan WGM yang masuk wilayah Kecamatan Eromoko dan Baturetno.
Kendati demikian, dia memastikan nelayan yang nakal tersebut tidak banyak. Dari total nelayan 1.339 nelayan yang tergabung dalam 55 kelompok hanya kurang dari 1% nelayan yang melakukan praktik terlarang tersebut. “Nelayan yang memakai branjang memang itu-itu saja. Mereka masih saja nekat, padahal kami tidak lelah melakukan pembinaan dan operasi langsung,” imbuh Heru, didampingi Kepala Sub Bagian (Kasubbag) Balai Benah Ikan (BBI), Sapto Wibowo. Dia berharap rencana operasi branjang tahun 2013 akan efektif menekan penggunaan jaring itu yang berpotensi merugikan nelayan lain. Heru juga memberi apresiasi atas kepedulian dan keterlibatan pokwasmas dalam menangani persoalan tersebut.