Esposin, KLATEN -- Pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol Solo-Jogja di Klaten hingga kini disebut sudah mencapai 90 persen. Total uang ganti rugi (UGR) untuk pembebasan lahan tol yang sudah dibayarkan mencapai Rp3,5 triliun.
Kasi Pengadaan Tanah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Klaten, Sulistiyono, mengatakan jumlah total bidang lahan yang sudah dibebaskan mencapai 3.470 bidang.
Promosi Lestarikan Warisan Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024
“Untuk progress-nya sudah 90 persen. Total UGR yang sudah dibayarkan Rp3,5 triliun. Lahan yang sudah dibebaskan tersebar di sekitar 48 desa,” jelas Sulis, Jumat (19/5/2023).
Sebagai informasi, lahan untuk pembangunan jalan tol Solo-Jogja tersebar di 51 desa yang berada di 11 kecamatan di Klaten.
“Saat ini masih ada di tiga desa/kelurahan yang belum pembebasan lahan,” kata Sulis.
Ketiga wilayah itu meliputi Kelurahan Gergunung, Kecamatan Klaten Utara; Desa Kwaren, Kecamatan Ngawen; serta Desa Kahuman, Kecamatan Ngawen.
Proses pembebasan lahan di ketiga desa/kelurahan itu masih menunggu penetapan lokasi (penlok) lahan yang akan dibebaskan di ketiga wilayah tersebut. Hal itu menyusul ada perubahan desain exit tol Ngawen.
“Karena desain untuk exit tol Ngawen berubah, sekarang menunggu Penlok,” kata Sulis.
Perubahan desain itu tidak berpengaruh pada trase utama tol Solo-Jogja. Perubahan hanya terjadi pada exit tol yang ada di Ngawen.
Sebelumnya, pembayaran UGR lahan yang dibebaskan untuk pembangunan tol Solo-Jogja dilakukan di Desa Borangan, Kecamatan Manisrenggo. Pembayaran UGR itu dilakukan untuk 99 bidang lahan.
Salah satu warga Borangan yang menerima UGR, Warno Miarjo, 80, mengatakan menerima UGR sekitar Rp400 juta dari sawahnya yang dibebaskan untuk pembangunan tol sekitar 400 meter persegi.
“Bagi saya ya setuju [dengan nilai UGR yang diberikan],” kata Warno seusai menerima pembayaran UGR di kantor Desa Borangan, Selasa (16/5/2023).
Warno berencana membagi UGR yang diterima untuk ketiga anaknya. Dia memilih tak menggunakan UGR lantaran merasa sudah sepuh.
“Diserahke anak-anak. Nak kula kan wong tua. Anak kula mung tiga. Carane bagi gampil. Benten kaliyan sing anake katah [diberikan ke anak-anak. Kalau saya sudah tua. Anak saya hanya tiga. Caranya membagi mudah. Berbeda dengan yang memiliki anak banyak],” kata pria yang sehari-hari bekerja mencari rumput untuk pakan ternak dan petani itu.