KARANGANYAR - Produksi batik di Desa Girilayu, Matesih, Karanganyar, masih belum maksimal karena terbentur pendanaan dan pemasaran.
Kepala Desa Girilayu, Daryana, kepada Esposin, Senin (1/10/2012), mengatakan warga kebanyakan masih bertahan sebagai buruh pembatik. Pembatik hanya menerima limpahan pesanan dari pengusaha besar. Baik kain, motif dan pemasaran dilakukan sepenuhnya oleh pemesan. Pengusaha sebagai pemesan pun kebanyakan dari luar Karanganyar, seperti Solo, Bekonang dan Sragen. Padahal, menurutnya, jika semua proses dilakukan warga sendiri, keuntungannya lebih banyak.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
“Kendala utama adalah kondisi keuangan masyarakat. Warga pembatik di sini kebanyakan menengah ke bawah. Pemasaran batik tulis sekarang cukup sulit karena harganya mahal, sehingga warga enggan berproduksi sendiri,” ungkap Daryana. Sikap seperti itu, menurut Daryana, sebenarnya dapat menghambat perkembangan Desa Girilayu sebagai desa wisata. Dengan daya dukung objek wisata yang cukup dikenal, yakni Astana Giribangun (makam Pak Harto), Astana Mangadeg dan Astana Girilayu (Makam raja-raja Mangkunegaran), Girilayu sangat potensial dibanjiri wisatawan, baik lokal maupun asing.
Kepala Bidang Obyek dan Sarana Wisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Karanganyar, Iskam, saat ditemui Esposin, Senin, mengatakan pemerintah tak kurang upaya untuk mempromosikan Batik Girilayu. Tiap pekan promosi daerah tingkat nasional, Batik Girilayu selalu dibawa sebagai ikon Karanganyar. Sekarang pun sudah ada satu kelompok pembatik di Girilayu yang menjadi binaan Disbudpar untuk melakukan satu rangkaian produksi batik dari pembuatan, pengolahan menjadi pakaian jadi hingga pemasaran. Motif yang dibuat pun sudah mengikuti permintaan pasar.