Solo (Esposin) Rencana pendirian pusat perbelanjaan di Solo Center Poin (SCP) ditolak oleh sejumlah pedagang di Pasar Purwosari yang tak jauh dari SCP. Salah satu pedagang, Yanti, 52, mengaku pernah mendengar jika pembangunan di kawasan itu hanya untuk apartemen. Menurut Yanti, warga sekitar SCP sempat protes karena air tanah milik warga terserap habis oleh proyek itu sehingga warga sekitar tidak mendapat air tanah.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Di Pasar Purwosari ada sekitar 125 pedagang yang berjualan berbagai kebutuhan sehari-hari di antaranya sayuran, alat-alat rumah tangga, daging ayam, daging sapi dan bumbu dapur. Pasar tersebut telah ada sekitar 60 tahun lalu yang awalnya bernama Pasar Senggol.
Ketua Pasamuan Pasar Tradisional Surakarta (Papatsuta), Aris Saputro, mengatakan sementara ini belum ada tindakan dari Papatsuta untuk menyikapi rencana pendirian mal di SCP. Ia juga belum membahas masalah itu dengan anggota Papatsuta yang lain. ”Jika memang jarak mal tersebut berdekatan dengan pasar tradisional yakni Pasar Purwosari, kami akan menolak pembangunan mal itu. Sementara ini, kami hanya berpegang pada Perda Perlindungan Pasar Tradisional,” paparnya saat dihubungi Espos. Ia berharap ada ketegasan dari Pemkot Solo untuk izin pembangunan mal tersebut. ”Jika memang jarak mal itu kurang dari 500 meter dengan pasar tradisional, kami menolak pembangunan. Kami ingin agar jangan ada mal baru lagi di Solo,” tukasnya.
Sementara itu, DPRD Kota Solo menilai rencana pembangunan mal di Solo Center Point (SCP) menyalahi Perda tentang Penataan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Sekretaris Komisi III DPRD Solo, Umar Hasyim, mengatakan dari awal sebenarnya sudah mendengar kabar burung mengenai rencana pembangunan toko modern di SCP. “Namun awalnya saya tidak tahu toko modernnya apa, ternyata Superindo,” ujar dia.
Umar mengatakan dengan adanya izin mendirikan bangunan (IMB) yang mencantumkan bangunan SCP sebagai apartemen dan pusat perbelanjaan menunjukkan keteledoran Pemkot. Meski penerbitan IMB jauh hari sebelum Raperda Toko Modern terbit, menurut Umar, sebenarnya Pemkot bisa mengevaluasi bagaimana imbas keberadaan toko modern kepada pasar tradisional yang berada di dekatnya.
aak/aps