Esposin, SOLO -- Pameran thrift atau awul-awul dalam acara Nglapak Day yang berlangsung pada Selasa-Jumat (14-17/12/2021) di Convention Hall Terminal Tirtonadi, Solo, diklaim menyedot puluhan ribu pengunjung.
Hal itu disampaikan Founder Nglapak Day, Sindhu, saat diwawancarai Esposin, Rabu (22/12/2021). Sindhu mengatakan tren thrifting bisa dilihat dari banyaknya pengunjung yang datang ke acaranya pekan lalu.
Promosi Kisah Perempuan Hebat Agen BRILink Dorong Literasi Keuangan di Medan
"Kalau ditotal, jumlah pengunjungnya bisa mencapai puluhan ribu dalam lima hari. Rentang usianya antara 15 tahun hingga 30 tahun baik laki-laki maupun perempuan," ujar Sindhu.
Sebagaimana diinformasikan, pameran awul-awul yang digelar di Convention Hall Terminal Tirtonadi Solo mendapat kritikan dari pengusaha batik tulis Solo, NR Kurnia Sari. Anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Solo itu menilai ketimbang memfasilitasi pameran pakaian bekas, Terminal Tirtonadi mending membantu mempromosikan produk atau brand lokal.
Baca Juga: Kualitas Bagus Harga Murah Jadi Alasan Orang Gemar Awul-Awul
Kritikan Kurnia Sari itu sontak memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagian kalangan setuju dengan pendapatnya, namun sebagian lainnya menentang.
Sindhu menilai pasar barang bekas atau second hand memiliki misi yang lebih luas. Mereka mengakomodasi kebutuhan pasar eksklusif masyarakat yang mencari pakaian bernilai sejarah. Misalnya ada yang mencari jaket army yang hanya diproduksi pada tahun tertentu.
Pasar Egaliter
Jaket tersebut tentu saja tidak bakal ditemukan di era sekarang. Ada pula pemburu sepatu bekas yang pernah dipakai salah satu K-Pop Idol. “Khusus produk-produk eksklusif seperti itu, mereka bahkan mau membayar mahal hingga jutaan. Karena yang dicari adalah nilai sejarahnya. Bukan, murah atau lainnya,” katanya.Baca Juga: Tak Hanya Pameran Awul-Awul, Ini Sederet Acara Keren di Tirtonadi Solo
Lebih lanjut, Sindhu mengatakan pasar second hand juga menjadi pasar egaliter yang menampung semua kalangan. Itu lah yang kemudian membuatnya tak mau membatasi barang dagangan para pemilik tenant peserta pameran awul-awul di Terminal Tirtonadi Solo pada pekan lalu.
Semuanya dibebaskan menjual barang dengan banderol harga sesuai dengan keinginan mereka. “Ada yang menjual harga Rp5.000, ada yang menjual puluhan ribu. Saya biarkan. Kami enggak penah tahu kebutuhan pembeli. Mungkin ada yang hanya mampu membeli baju seharga Rp5.000. Kami mewadahi semuanya,” katanya.