Esposin, SOLO – Nilai ekspor Kota Solo terus menurun setidaknya dalam 10 tahun terakhir. Sepanjang 2010 hingga 2020 nilai ekspor Kota Bengawan menunjukkan tren menurun, meski dalam hitungan volume ada kenaikan tipis di beberapa tahun.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Esposin dari laman Badan Pusat Statistik (BPS) Solo, nilai ekspor cenderung menurun pada 2010-2020. Pada 2010 nilai ekspor Solo tercatat senilai US$50,24 juta.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Sedangkan pada 2020 nilai ekspor hanya US$33,04 juta. Nilai ekspor Kota Solo terendah pada periode tersebut terjadi pada 2016 dengan nilai US$24,52 juta.
Baca juga: Lontong Kikil Pak Yanto, Surganya Para Pencinta Jeroan Sapi
Pada 2017, nilai ekspor sebenarnya membaik dan mulai menunjukkan kenaikan. Namun, pandemi rupanya menghambat tren kenaikan tersebut.
BPS Kota Solo mencatat nilai ekspor tahun 2020 terkontraksi 23,84 %. Penurunan nilai ekspor tahun 2020 tercatat cukup dalam dibandingkan penurunan tipis pada 2019.
“Perkembangan nilai ekspor Kota Surakarta dalam periode tahun 2010- 2020, menunjukkan tren yang menurun. Tentunya ini tidak lepas karena adanya dampak dari pandemi Covid-19 pada tahun 2020,” jelas laporan BPS dalam laporan Indikator Ekonomi Kota Surakarta 2020 yang dikutip Esposin, Senin (23/8/2021).
Baca juga: Banjir Rob Menggenangi Sekolah, Aktivitas Belajar Terganggu
Pemicu Penurunan Ekspor
Dalam laporan tersebut juga disebutkan, penurunan nilai ekspor sejalan dengan perekonomian Kota Solo yang juga mengalami kontraksi. Kondisi ini terjadi di hampir seluruh daerah di Indonesia.Meskipun demikian, BPS Solo menyebut kontraksinya tidak sedalam kontraksi ekonomi Provinsi Jawa Tengah dan Nasional.
Ada beberapa faktor yang menjadi pemicu penurunan kinerja ekspor Kota Solo. Di antaranya, ipengaruhi oleh perekonomian negara utama tujuan ekspor Kota Solo, yaitu Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, khususnya Eropa Barat.
Baca juga: Tesla Belum Terkalahkan Rajai Penjualan EV Global
Selain itu, pengaruh lainnya yang lebih mendesak dibenahi adalah kemampuan tumbuh kembangnya komoditas tekstik dan produk tekstil (TPT) yang merupakan salah satu andalan nilai ekspor Kota Solo.
BPS Solo mendorong pemerintah daerah meningkatkan kemampuan daya produksi TPT baik regional maupun nasional. Perlu juga dilakukan pembatasan impor untuk melindungi produksi dalam negeri.
Selain itu, regulasi tentang TPT juga perlu dibenahi agar sejalan dengan kebutuhan pelaku usaha. “Dengan pertumbuhan ekonomi yang minus di kawasan Eropa dan recovery ekonomi yang melambat di Amerika Serikat akibat pandemi Covid-19, menyebabkan daya beli dan permintaaan komoditas ekspor dari Kota Solo cenderung semakin menurun,” terang laporan BPS Solo tersebut.