Informasi yang dihimpun Esposin, menyebutkan nabi palsu itu mempunyai pengikut yang tidak sedikit. Biasanya mereka mengikuti pengajian di suatu tempat tertentu secara bersama-sama. Berdasarkan laporan masyarakat sekitar, tata cara peribadatan aliran tersebut berbeda dengan ajaran agama Islam sehingga ditengarai sesat.
Kasi Penamas dan Pekapontren Kemenag Karanganyar, Nur Hadi, mengatakan pihaknya sedang meneliti dan mengkaji secara mendalam untuk menentukan apakah ajaran itu sesat atau tidak. Pihaknya mengaku telah mengantongi dokumen yang berisi data penyebaran ajaran tersebut. “Masih kami teliti, apakah ajaran itu benar-benar sesat atau tidak,” katanya kepada Esposin, Rabu (30/1).
Sebenarnya, ajaran tersebut berkembang sejak puluhan tahun silam. Setelah pemimpinannya meninggal dunia, ajaran tersebut sempat vakum beberapa tahun. Kala itu, pemimpin aliran tersebut berdomisili di Kecamatan Kerjo. Selanjutnya, para pengikut aliran tersebut kembali menyebarkan ajarannya kepada warga sekitar.
Mayoritas pengikut aliran tersebut berdomisli di Matesih dan menyebarkan ajaran secara tertutup. Hanya para pengikut aliran itu yang diperbolehkan mengikuti pengajian setiap pekan. “Pengajiannya dilakukan tertutup, penelitian baru tahap awal jadi kemungkinan ada fakta yang lain,” ujarnya.
Sementara Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Karanganyar, Zainuddin, menyatakan pihaknya telah mengundang para pengikut aliran itu untuk melakukan pertemuan hingga beberapa kali. Namun, para pengikut aliran tersebut tidak pernah mau mendatangi pertemuan itu.
Pihaknya bakal mengkaji kembali aliran tersebut dengan berdialog dengan para pengikut aliran tersebut. Dia juga berharap agar Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) yang dibentuk beberapa bulan silam mampu merampungkan permasalahan tersebut. Sebab, apabila dibiarkan maka berpotensi memicu konflik horizontal. “Mereka sudah kami undang berdialog namun tak pernah datang. Saya harap FKDM dapat menyelesaikan masalah ini karena terdapat unsur Muspida dan toga di Karanganyar,” tambahnya.