Esposin, SOLO--Museum Keris Nusantara Solo baru saja menerima hibah pusaka berjumlah 66 pusaka pada akhir 2023 lalu. Jenis hibah pusaka itu beragam, mulai dari keris, tombak, pedang, dan sebagainya. Salah satu keris yang baru hadir di museum itu berasal dari abad ke-9 masehi.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Museum Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Solo, Bonita Rintyowati menyampaikan bahwa sejak dibuka hingga 2024 ini, setidaknya Museum Keris Nusantara Solo telah memiliki koleksi yang teregistrasi sekitar 840 pusaka.
Promosi BRI Dampingi Petani Jeruk Semboro di Jember Terapkan Pertanian Berkelanjutan
“Selain itu, ada pula hibah baru yang belum teregistrasi sebanyak 66 pusaka, karena memang masih kami kaji secara kuratorial,” kata dia saat dihubungi Esposin pada Selasa (13/8/2024) sore.
Hibah itu didapatkan dari berbagai kalangan mulai masyarakat umum, kolektor pusaka, peneliti, tokoh politik, dan sebagainya yang tersebar dari berbagai daerah se-Indonesia. Salah satu dari koleksi hibah baru itu terdapat satu keris yang usianya diperkirakan berasal dari abad ke-9 masehi.
“Dengan adanya itu, saya berharap masyarakat, pelajar, peneliti, sudi menjadikan Museum Keris Nusantara sebagai rujukan untuk wisata, belajar, atau pun meneliti terkait sejarah Indonesia,” kata dia.
Mengingat, keris tua itu, lanjut Bonita, merupakan salah satu bukti kemapanan bangsa ini baik ditinjau dari aspek ilmu pengetahuan dan teknologinya maupun kekayaan sumber daya alam.
“Tak jarang banyak yang menganggap bangsa ini sebagai bangsa yang lemah dan bodoh. Namun, jika kita menilik bukti baru yang ada di museum kita itu, keris dari abad ke-9 masehi kita akan mulai berpikir bagaimana cara pada masa itu sudah mampu membuat senjata atau pusaka sebaik itu,” jelas dia.
Esposin berkesempatan menilik keris itu didampingi oleh Edukator Museum Keris Nusantara Solo, Anjang Pratama Suriansyah pada Selasa (13/8/2024) siang.
Anjang menyampaikan bahwa keris yang berasal dari abad ke-9 masehi itu berjenis Keris Puthut atau yang dalam dunia perkerisan biasa disebut sebagai keris sajen.
Keris itu berbentuk pipih dari pangkal hingga ujungnya. Berbeda dengan keris puthut lainnya yang memiliki bentuk beragam pada bagian pangkal atau pegangannya.
Dengan berukuran 15 centimeter, keris itu tampak rapuh dan memiliki pamor yang tidak teratur seperti keris yang dibuat pada masa setelahnya.
“Keris ini ditemukan pada saat pemulihan Candi Borobudur dilakukan oleh Belanda awal 1900-an. Ditemukan tepat berada di dalam stupa utama candi,” jelas dia.
Pada masanya, lanjut Anjang, keris ini merupakan simbol spiritual dalam arti ia memiliki fungsi sebagai penanda bahwa suatu tempat atau barang yang dimiliki oleh raja yang tidak boleh diganggu gugat siapa pun, dengan cara meletakkan keris itu di tempat ataupun barang yang dimaksud. Selain itu, digunakan sebagai pendukung dalam ritus keagamaan.
“Ciri khasnya ialah pada bagian pangkal itu bermotif manusia. Dan terbuat dari besi itu. Berbeda dengan keris yang lebih baru yang biasanya memiliki sambungan di bagian pangkal bilah,” kata dia. Keris yang tidak memiliki lekukan itu merupakan hibah dari seorang bernama Miyanti Oemar Koesnen.