Esposin, SOLO– Solopos Media Group (SMG) berkolaborasi dengan Penerbit Akhir Pekan dan Patjar Merah menggelar acara diskusi Luka-Luka Lini Masa karya Kalis Mardiasih di Radya Litera Multifunction Hall, Griya Solopos, Laweyan, Solo, Rabu (21/8/2024) malam. Acara tersebut mengajak lebih dari 60 peserta yang hadir untuk mengenal banyak hal soal Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
Diskusi malam itu dihadiri langsung oleh penulis buku yang juga seorang praktisi gender, Kalis Mardiasih dan dimoderatori oleh Jurnalis Solopos, Ika Yuniati. Panitia juga membagikan kupon gratis untuk ditukarkan dengan aneka menu angkringan yang bisa disantap sambil mengikuti diskusi.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Kalis, sapaanya, membuka diskusi dengan menceritakan alasannya memilih topik seputar KBGO. Dia bercerita bahwa topik itu tidak lepas dari banyaknya temuan KBGO yang ia temui di lapangan dan ada sejumlah korban yang melapor langsung kepadanya.
Dia mencontohkan kisah seorang ibu yang menjadi korban pemerasan seorang laki-laki yang dia kenal di Facebook. Di mana laki-laki yang ia curhati soal kesulitan membayar UKT anaknya tersebut mengancam menyebarkan foto tanpa busananya jika tidak memberikan sejumlah uang.
Ada lagi cerita seorang siswa kelas 6 SD yang menjadi korban pemerkosaan usai berkenalan dengan seorang laki-laki di Instagram. Dan ada anak di bawah umur yang terpaksa mengirimkan foto dan vidio porno kepada laki-laki yang dia kenal di aplikasi gim karena takut dihapus akun gimnya.
“Dengan rentetan temuan kasus yang saya temui di lapangan dan dukungan banyak pihak saya tergerak untuk menulis buku ini dan buku ini bisa saya selesaikan dalam waktu relatif tidak lama. Apalagi saat ini fenomena kekerasan seksual berbasis gender sudah bergeser ke ranah online,” kata dia.
Penulis asal Blora, Jawa Tengah itu mengaku selama proses dia merasa sangat emosional. Sebab, dia bersinggungan langsung dengan para korban dan bahkan dia juga pernah menjadi korban kekerasan seksual sehingga tahu betul suasana batin yang mereka alami.
“Ketika nulis buku ini rasanya marah, sedih, ngefreeze [mati rasa], hingga sempat tidak bisa melanjutkan menulis karena saya bertemu korban langsung mendengarkan ceritanya dan saya pun pernah dalam posisi itu,” terang dia.
Dia menjelaskan bahwa dulu, kasus kekerasan seksual dianggap sebagai aib. Banyak korban yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan keadilan justru dikucilkan, mendapatkan stigma buruk, dikeluarkan dari sekolah dan tidak tahu lagi harus melakukan apa-apa.
Namun, menurut dia semakin ke sini pengetahuan terkait kekerasan seksual (KS) semakin berkembang. Bahkan KS bukan lagi aib dan sudah ada payung hukum untuk melindungi para korban.
“Kuncinya itu pengetahuan, jika seseorang punya pengetahuan soal KS dia akan lebih kuat dan tahu harus apa ketika mengalami kekerasan seksual. Mulai berani berteriak ketika ada tanda-tanda akan dilecehkan, berani melapor ke pihak berwajib, dan tidak lagi ada anggapan KS sebagai aib,” kata dia.
Ibu satu anak tersebut dalam bukunya juga bercerita soal maraknya KBGO disebabkan oleh banyak faktor. Seperti banyak platform media sosial yang seolah lepas tangan soal KBGO. Menurunya masyarakat bisa dengan mudah mencari konten-konten vulgar yang mungkin saja dibagikan tanpa persetujuan korban seperti di X, Telegram, dan sebagainya.
Ditambah, kata dia, masih banyak media-media khususnya media lokal atau non-mainstream masih menyuguhkan konten berbau seksisme. Hingga penanganan hukum KGBO yang masih konvensional.
Kalis ingin bukunya bisa diterima semua kalangan dari berbagai rentang usia. Sebab, kata dia, KBGO di dunia tidak mengenal umur sehingga siapapun bisa menjadi korban.
Dalam sesi tanya jawab, Kalis menerima sejumlah pertanyaan oleh peserta. Meliputi cara pencegahan KBGO di media sosial, cara penanganan kekerasan seksual di sekolah, hingga ditanya soal perlukan memviralkan kasus kekerasan seksual.
Menurut Kalis KBGO agak susah dan hampir tidak mungkin bisa dicegah. Dia mencontohkan bahwa banyak kasus saat seseorang tidak melakukan apa-apa pun bisa jadi korban kekerasan karena tiba-tiba ada oknum tidak bertanggung jawab mengirim foto alat kelamin atau mengirim pesan yang berbau seksis.
“Ruang digital saat ini sudah tidak aman dan bisa jadi kita menjadi salah satu korbannya. Buku Luka-Luka Linimasa hadir sebagai upaya pencegahan bagi korban atau pengambilan keputusan terhadap kasus KBGO,” terang dia.
Dia mendorong untuk tiap-tiap instansi pendidikan dasar (SD-SMA) untuk memiliki SOP penanganan kekerasan seksual. Selain itu, juga perlu dimasifkan edukasi soal kekerasan sosial dan KGBO kepada guru hingga murid.
Kalis juga tidak merekomendasikan untuk langsung memviralkan kasus kekerasan seksual yang dilakukan secara langsung maupun online. Karena menurutnya memviralkan kasus kekerasan seksual justru punya dampak negatif lebih besar kepada korban.
“Ketika kasus KS viral dampaknya ke korban semakin berat. Dia mungkin mendapatkan tekanan dari keluarga atau bahkan si pelaku bisa lebih melakukan hal-hal yang lebih brutal dengan menyebarkan konten-konten lainnya,” terang dia.
Dia menyarankan jika seseorang menjadi korban KGBO untuk ‘tiarap sementara’ dan segera mengamankan akun sosial medianya dengan cara menonaktifkan. Kemudian mencari lembaga perlindungan hukum.
Ringkasnya, buku Luka-Luka Lini Masa ini menjelaskan jenis-jenis KBGO, tips hubungan romantis sehat tanpa kekerasan digital, proteksi data pribadi, dan menjelaskan apa yang harus bisa diupayakan orang tua untuk melindungi anak-anak. Bagian akhir buku ini juga dijelaskan soal pengaturan dan kerangka hukum KBGO di Indonesia dan daftar penyedia layanan dan bantuan pendampingan untuk mencegah kekerasan seksual.
Salah satu peserta yang juga guru SMP Negeri 9 Solo, Wiwid Andriawan mengaku tertarik datang karena ingin menambah pengetahuannya soal KBGO yang kian marak terjadi. Dan dia ingin menyebarkan pengetahuan soal KBGO kepada anak didiknya.
“Di Solo diskusi soal kekerasan seksual hitungannya minim, ya. Jadi ketika ada acara ini saya tertarik datang untuk menambah pengetahuan saya soal KBGO dan nantinya akan saya sampaikan juga kepada murid-murid saya agar mereka tahu cara pencegahannya,” kata dia usai acara.
Setelah acara ini, Wiwid juga bertekad akan mengusulkan ke petinggi di sekolahnya agar membuat SOP kekerasan seksual di tempatnya ia mengajar.
Sementara itu, peserta lainnya Keisya Bilqis mengaku merasa takut dan resah dengan maraknya KBGO yang menimpa banyak anak-anak remaja seusianya. Oleh karenanya, dia merasa ingin menambah pengetahuan soal KBGO dalam acara diskusi buku malam itu.
Siswa salah satu SMA swasta di Solo asal Boyolali tersebut usai mengikuti diskusi mengatakan akan lebih hati-hati dan membatasi saat bermain sosial media. Dan akan membagikan pengetahuannya kepada teman-temannya.
“Semoga acara seperti ini bisa lebih sering diadakan. Dan bisa melibatkan banyak elemen masyarakat terutama para remaja,” jelas dia.