Esposin, WONOGIRI -- Faris Wibisono, 30, warga Desa Sedayu, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri sudah akrab dengan wayang. Keluarganya merupakan seniman wayang kulit.
Meski terlahir dari darah seniman wayang kulit, Faris Wibisono memilih jalannya sendiri. Alih-alih meneruskan sebagai dalang atau seniman wayang kulit, Faris justru memilih menekuni wayang beber.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Wayang beber adalah wayang yang disajikan dalam bentangan lembaran kertas, dluwang, atau kain. Tokoh wayang beber hanya digambarkan di lembaran kertas, dluwang, atau kain. Hal itu berbeda dengan wayang kulit yang tokohnya terbuat dari kulit binatang.
Faris mulai mengenal wayang beber sejak 2010, ketika ia baru masuk kuliah di ISI Solo. Sejak saat itu, Faris jatuh cinta pada wayang beber dan memutuskan untuk menekuninya.
Pada awal 2012, ia mengadakan lokakarya mandiri pembuatan wayang beber, mulai dari membuat dluwang, menggambar, dan mewarnai wayang. Ia ingin wayang beber kembali dikenal terutama bagi generasi muda.
Baca Juga: Akhir Pekan Ini, Film Ki Ageng Donoloyo Karya Sutradara Wonogiri Mulai Diputar
Tak berhenti di situ, pada 2015 Faris berkreasi membuat Wayang Beber Tani. Cerita dan lakon pada wayang beber tani ia ubah menjadi lebih kontekstual terhadap kondisi lingkungan dan zaman saat ini. Narasi pada wayang beber tani ia buat lebih dekat dengan kehidupan masyarakat, terutama masyarakat desa.
Hingga saat ini, Faris terus mengadakan lokakarya dan pentas keliling wayang beber tani di desa-desa. Faris bahkan memiliki program Sonjong Desa, sebuah gerakan yang bekerja sama dengan pemuda desa dalam mementaskan wayang beber tani dengan lakon yang disesuaikan dengan isu yang tengah hangat dibicarakan di desa tempat tujuan.
Selain pentas, dalam Sonjong Desa Faris juga mengadakan lokakarya pembuatan wayang beber.
"Ini akan saya lakukan terus, entah sampai kapan. Mungkin sampai akhir saya," kata Faris
Baca Juga: Kisah Agus Subakir, Si Jawara Sastra dari Pelosok Bulusari Wonogiri
Faris merupakan segelintir orang yang masih melestarikan wayang beber. Di Jawa Tengah, bahkan di Indonesia orang yang masih membuat wayang beber jumlahnya hanya hitungan jari.
Faris tak sekadar menyimpan wayang beber. Ia juga memproduksi. Tak tanggung-tanggung, Faris sampai menanam pohon daluang sebagai bahan untuk membuat wayang beber.
Meski begitu, Faris belum jua puas. Ia kemudian melebarkan sayap dengan merambah ke dunia digital.
Ia ingin wayang lebih di kenal lebih luas oleh semua kalangan, termasuk anak muda. Wayang-wayang yang biasa ia gambar di kertas daluang, ia aplikasikan di tempat lain seperti skateboard, sepatu, motor, dan mobil.
Baca Juga: Secuil Cerita dari Mereka yang Memilih Seni Tradisi di Wonogiri
"Bagi saya, itu juga wayang beber. Hanya medianya yang berbeda. Pada intinya sama, membeberkan atau menceritakan tokoh atau cerita wayang. Saya tidak takut dicap menyalahi aturan atau pakem. Sebab, kalau tidak begitu, sudah pasti tertinggal. Tapi wayang beber yang di daluang tetap harus dilestarikan," ujar dia.
Faris bertekad agar wayang dikenal masyarakat luas bahkan ke luar negeri. Maka, tidak bisa jika hanya mengandalkan pementasan.
Cara-cara yang lebih baru dan modern harus dilakukan. Gambar wayangnya pun tidak boleh mainstream. Melainkan harus dibuat kekinian dan gaul.
Terbukti, berkat ketekunannya, Faris kerap digandeng, baik pemerintah maupun swasta membuat proyek berkaitan dengan wayang. Sembari bekerja sebagai ilustrator, Faris tetap mengadakan lokakarya ke desa-desa dan terus menyebarluaskan wayang melalui media sosialnya.