Kabid Amdal BLH Sragen, Lukas, mengungkapkan pengusaha bati yang sudah memiliki IPAL baru di wilayah Desa Pungsari, Kecamatan Plupuh dan Desa Kliwonan di Masaran. BLH juga pernah membangunkan IPAL untuk industri tahu di Desa Karangjati, Masaran dan dua unit IPAL di Kampung Teguhan, Sragen Wetan.
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
“Hanya sentra industri batik di Desa Pilang yang belum memiliki IPAL. Di desa itu sudah disiapkan tanah seluas 200 meter persegi untuk pembuatan IPAL komunal agar limbah tidak mencemari air Bengawan Solo. Selama ini limbah batik itu diolah secara tradisional di masing-masing rumah. Sifatnya hanya mengendapkan limbah sebelum dibuang ke sungai,” tegasnya.
Terpisah, Camat Masaran, Wisarto Sudin, mengungkapkan untuk antisipasi pencemaran limbah, pemerintah segera membuatkan IPAL komunal dalam waktu dekat. “Saya dengar IPAL itu bakal dibangun tahun ini. Selama ini mereka menggunakan IPAL pribadi. Saya tidak tahu kalau ada limbah yang dibuang ke sungai. Yang jelas sudah ada upaya pemanfaatan limbah,” tuturnya.
Dia menerangkan beberapa mahasiswa UNS pernah meneliti kandungan zat warna dalam buah naga merah. Zat warna buah naga merah itu, urai dia, yang diusulkan Kades Pilang untuk dijadikan bahan pewarna alami. Dengan bahan pewarna alami bisa mengurangi risiko pencemaran air.