BOYOLALI--Sejumlah pengrajin mebel tingkat kecil di Desa Potronayan, Kecamatan Nogosari, Boyolali, mengaku kesulitan mengembangkan usaha lantaran kurangnya modal. Karena kurangnya modal tersebut, pengrajin cenderung pasrah dengan pola pemasaran tunggu bola.
Promosi Gaet Vidi Aldiano, BRI Edukasi Masyarakat Hindari Modus Penipuan Lewat Lagu
Salah satu pengrajin di Potronayan, Sunaryo, 31, menjelaskan pengrajin baru berani membuat produk mebel saat pesanan jelas. Pasalnya lewat pola tersebut, pengrajin baru berani mengalokasikan modalnya membeli bahan baku lalu memulai produksi.
Tipe pesanan yang biasa digarapnya adalah kelengkapan rumah seperti kusen, bofen, pintu dan sebagainya. Pesanan itu rata-rata datang dari perorangan.Dia mengaku tak berani memroduksi jenis perabot rumah tangga karena produk itu membutuhkan proses menunggu dalam pemasarannya.
“Sekarang harus mengatur manajemen kapan kita berani beli. Jika bermain di perabot, modal harus banyak. Pengrajin kecil seperti saya hanya menggunakan modal Rp15 juta hingga Rp20 juta,” katanya saat ditemui Esposin di Sentra Mebel Manggung, Ngemplak, Boyolali, Senin (3/9/2012).
Dari kurangnya modal, lanjut dia, jangkauan pemasaran pengrajin lebih sempit. Pengrajin lainnya, Hananto, 31, mengatakan pesanan produk di luar daerah masih menjanjikan. Untuk memburu permintaan itu, pengrajin terganjal modal.
“Di luar masih banyak permintaan tapi kembali lagi ke modal. Karena, sistem pembayaran klien-klien bervariasi. Ada yang termin dan sebagainya maka jika modal tak besar, pengrajin kecil sulit berkembang,” tukasnya.
Dia mengaku pernah mengambil kredit dari sebuah bank di Nogosari. Namun pola cicilan kredit dirasanya tak selaras dengan pola pembayaran yang diminati oleh para konsumen produk mebelnya. “Saya pernah ambil kredit usaha rakyat di bank. Tapi sama saja, polanya tak sesuai kebutuhan,” tandasnya.