Esposin, SRAGEN — Cara menjaga kelestarian budaya bisa melalui berbagai cara. Salah satu upaya menjaga regenerasi penerus kesenian di Desa Pungsari, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen adalah dengan menjadikan batik menjadi salah satu bagian dari kurikulum sekolah yang sarat akan kearifan lokal.
Siswadi Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Pungsari belajar membatik dari proses awal, yaitu membuat gambar atau sketsa. Pada Kamis (25/8/2022) tahap pembuatan batik telah sampai proses menyolet.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
“Ini sebagai salah satu upaya SDN 1 Pungsari dalam implementasi kurikulum merdeka sebagai sekolah penggerak,” terang salah satu guru SDN 1 Pungsari, Totok Hermawan saat ditemui Esposin di ruangan sekolah pada Kamis (26/8/2022).
Totok menambahkan tujuannya adalah mengenalkan batik sejak dini, peruntukan ekstrakurikuler ini untuk siswa kelas III hingga IV.
“Di Desa Pungsari yang mayoritas memiliki usaha batik dan perajin batik juga menjadi salah dipilihnya pilihan ekstrakurikuler ini sebagai muatan lokal,” tambah Totok.
Totok mengatakan tidak hanya untuk belajar membatik saja, tapi dengan tujuan dari karya siswa tersebut dibuat seragam yang nanti dipakai siswa sendiri.
Pembimbing kesenian, Mbah Bayan Sukardi mengatakan dalam desain batik yang dibuatnya terdapat tangga dengan tujuh anak tangga.
“Tangga tersebut menggambarkan tingkatan pendidikan yang harus ditempuh oleh anak-anak, mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi,” terang Mbah Bayan Kardi.
Kemudian tangga yang terakhir adalah mempunyai filosofi Pitulungan Gusti Allah, yang lekat dengan nilai-nilai ketuhanan yang tidak boleh dilupakan.
Siswa kelas IV SDN 1 Pungsari, Haima dan Naima mengaku senang belajar membatik, mereka berdua bercita-cita menjadi pengusaha batik.
Tidak hanya batik, anak-anak juga belajar alat musik dari bambu buatan Mbah Bayan Sukardi. Kegiatan membatik dan memainkan alat musik biasanya dilakukan dua kali dalam sepekan.