Esposin, SOLO — Komunitas Rumah Seni Kalanadah, Solo didukung oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X Jawa Tengah mementaskan Kisah Patih Pringgalaya dengan judul Ampak-ampak Pringgalaya di Gedung Serbaguna, Kampung Pringgolayan, Tipes, Serengan, Solo belum lama ini.
Ketua Komunitas Rumah Seni Kalanadah, Ahmad Anwar, mengatakan pementasan tersebut merupakan salah satu upaya kembali memahami akar seni budaya, khususnya sejarah Kampung Pringgolayan.
Promosi BRI Dampingi Petani Jeruk Semboro di Jember Terapkan Pertanian Berkelanjutan
"Komunitas Rumah Seni Kalanadah bersanggar di Kampung Pringgolayan. Kami menemukan bahwa Kampung Pringgolayan diperkirakan pernah atau merupakan persinggahan atau kediaman Patih Pringgalaya," ujar Ahmad dalam keterangan tertulis.
Dijelaskan, pertunjukan Ampak-ampak Pringgalaya ini juga merupakan salah satu upaya untuk memperkenalkan bentuk-bentuk kesenian lain selain seni populer.
"Harapan kami pembacaan kesejarahan melalui pementasan ini membawa dampak pewacanaan pada masyarakat luas sehingga fungsi edukasi berjalan dan mampu memahami identitas akarnya secara komunal. Masyarakat akan menjadi terbuka dan merespon positif pada habbit-habbit baru yang efektif dan berdaya untuk membangun kehidupan yang lebih baik," ujar Ahmad.
Berdiri sejak 2027, Komunitas Rumah Seni Kalanadah merupakan sebuah perkumpulan para penggiat seni di Solo. yang bergerak dalam aktivitas seni pertunjukan khususnya seni teater.
"Kelompok kami merupakan sebuah wadah kesenian dan ekspresi bebas yang positif dan memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi seni budaya tradisi maupun modern dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan," ujar Ahmad.
Naskah pementasan Ampak-ampak Pringgalaya ditulis oleh Dwiha Kuncoro sedangkan Ahmad Anwar didapuk sebagai suradara.
Dijelaskan, garapan Ampak-ampak Pringgalaya berbeda dengan pertunjukan teater sebelumnya yang berjudul “Kisah Patih Pringgalaya; Milih Lampus Tinimbang Nistha” pada 12 Juli 2024 di Taman Budaya Jawa Tengah lalu. Melalui pementasan ini pihaknya mengangkat spirit Patih Pringgalaya berdasarkan sejumlah referensi sejarah.
"Sebagai seorang Patih yang dianggap pemberontak, Beliau memegang teguh sikap perwira sampai akhirnya memilih mengakhiri hidupnya sebagai wujud ketegasan sikap seorang tokoh besar Kerajaan. Selain itu, kami berpijak juga pada literasi Babad Giyanti yang menghasilkan pembagian kerajaan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta," jelasnya.
Patih Pringgalaya dalam beberapa versi cerita disebut sebagai pengkhianat oleh Belanda dan Keraton Surakarta. Banyaknya versi dan persepsi semestinya tetap menjunjung nilai keseimbangan bahwa sebaik-baiknya manusia pasti ada keburukan dan bahwa seburuk-buruknya manusia pasti terdapat kebaikan.