Esposin, KARANGANYAR--Kemunculan partai poros tengah dengan bergabungnya PKS, PKB, dan PAN membentuk Koalisi Kebersamaan, mengubah peta politik di Kabupaten Karanganyar.
Pembentukan Koalisi Kebersamaan ini bahkan mengejutkan para tokoh politik di Kabupaten Karanganyar. Politikus senior yang juga anggota DPR dari PDIP, Paryono, mengakui Koalisi Kebersamaan mengubah dinamika politik yang selama ini masyarakat disuguhi dengan peta pertarungan dua partai besar, PDIP dan Partai Golkar.
Promosi Kick Off Semarak HUT ke-129 BRI, Usung Tema Brilian dan Cemerlang
Selain itu, lanjutnya, juga menjadi potensi ancaman partai besar yang patut diwaspadai. Di mana, kedua partai itu memenuhi syarat untuk mengusung calon bupati (cabup) dan calon wakil bupati (cawabup) tanpa harus berkoalisi, PDIP dengan 15 kursinya dan Partai Golkar sembilan kursi.
"Koalisi Kebersamaan jelas mengubah dinamika politik Karanganyar. Yang artinya kini masyarakat diberi pilihan lain. Dan ini bagaimana nantinya Koalisi Kebersamaan menyajikan menu-menu lain," kata dia kepada Espos.id, Kamis (20/6/2024).
Paryono tak memungkiri Koalisi Kebersamaan yang terbentuk memberikan kejutan politik, dengan semakin dekatnya konstelasi Pilkada Karanganyar yang akan digelar serentak pada 27 November nanti.
Koalisi Kebersamaan ini pun mulai menjadi pembahasan hangat di antara para tokoh elite politik. Besar peluang, lanjut Paryono, Pilkada Karanganyar akan diikuti tiga poros. Yakni PDIP, Partai Golkar, dan partai Koalisi Kebersamaan.
Melihat kekuatan politik, Paryono menilai PDIP masih berada di peringkat pertama dengan 15 kursi. Sementara posisi kedua justru ditempati Partai Koalisi Kebersamaan dengan 12 kursinya, PKS dan PKB masing-masing lima kursi, dan PAN dua kursi.
Partai Koalisi Kebersamaan ini menyalip posisi Partai Golkar yang meraih sembilan kursinya. "Kekuatan politik di Pilkada bukan dari besar kecilnya kursi, tapi melihat figur dan sosok yang diusung," kata mantan Wakil Bupati (Wabup) Karanganyar periode 2008-2013 ini.
Hal ini berkaca pada Pilkada 2018 lalu, menurut Paryono, PKS saat itu berkoalisi dengan Partai Gerindra mengusung Rohadi Widodo dan Ida Retno Wahyuningsih, hanya memiliki sembilan kursi parlemen.
Sementara lawannya kala itu pasangan Juliyatmono dan Rober Christanto (Yuro) diusung tujuh partai. Yakni Partai Golkar, PDIP, Demokrat, PKB, PAN, PPP dan Partai Hanura dengan total 36 kursi.
"Kalau melihat peta politik saat itu, harusnya kekuatan Yuro bisa menang 80 persen. Tapi Rohadi-Ida hanya kalah tipis 10 persen saja. Artinya ini bukan lagi partai, tapi figur yang dipilih masyarakat," katanya.
Dengan belajar dari Pilkada 2018 itu, Paryono menilai Partai Koalisi Kebersamaan tak bisa diremehkan dan perlu diwaspadai bagi partai besar.