Esposin, SOLO -- Pangeran Rangga Samudra yang lebih dikenal dengan Raden Rangga merupakan salah satu dari 14 anak Panembahan Senopati, raja pertama Kerajaan Mataram Islam, yang hidup di abad ke-16 Masehi. Konon, Raden Rangga dikenal sangat sakti dan tidak kenal takut.
Pemerhati Sejarah asal Solo, KRMT L Nuky Mahendranata Nagoro, Selasa (11/1/2022), menceritakan baru-baru ini ia mengunjungi lokasi Benteng Cepuri di Kota Gede, Yogyakarta, yang menjadi saksi bisu sepak terjang Raden Rangga. Nuky mengatakan dalam buku Babad Tanah Jawi dikisahkan Raden Rangga memiliki kesaktian tingkat tinggi.
Promosi Dukung Perkembangan Industri Kreatif, BRI Gelar Kompetisi Creator Fest 2024
Ketika berjalan, Raden Rangga tidak mau berbelok atau memutar kendati ada batu besar atau pohon di depannya. Sayangnya, watak atau pembawaan Raden Rangga cepat marah. Ketika tersinggung atau marah ia akan memukul siapa pun yang ada di dekatnya.
Baca Juga: Menguak Kisah Mandragedi-Damalung di Seputar Jalur Tol Joglosemar
Suatu waktu ada seorang pendekar dari Banten yang datang untuk menantang Panembahan Senopati. Mengetahui hal itu Raden Rangga maju menghadapi sang pendekar. Pertarungan itu mengakibatkan kematian sang pendekar. Raden Rangga menang.
Kemudian di lain waktu ada rombongan pengamen dengan keahlian sulap, sihir, dan bermain pedang yang datang ke wilayah Kerajaan Mataram Islam. Raden Rangga dengan berpakaian rakyat biasa menantang pimpinan rombongan pengamen tersebut untuk mengadu kesaktian.
Adu Kekuatan
Lagi-lagi, Raden Rangga berhasil memenangi adu kekuatan saat itu. Sepak terjang Rangga sampai ke telinga Panembahan Senopati. “Akhirnya Raden Rangga dipanggil, diingatkan jangan suka pamer kekuatan. Di atas langit masih ada langit,” ujar Nuky.Baca Juga: Ini Hotel Pertama di Solo, Ternyata Sekarang Sudah Berubah Fungsi
Seusai menasihati Raden Rangga, Panembahan Senopati meminta putranya itu untuk membengkokkan salah satu jarinya. Permintaan itu pun dituruti sang putra. Namun setelah berusaha keras dengan semua kekuatan, usahanya gagal.
Saat itu lah, Raden Rangga didorong oleh Panembahan Senopati menggunakan jentikan jarinya hingga terlontar jauh. Tubuh Raden Rangga menabrak dan membuat Beteng Cepuri jebol. “Sekali sentak tubuh Raden Rangga terlempar menembus Beteng Cepuri hingga alun-alun,” urainya.
Panembahan Senopati melakukan itu sebagai peringatan kepada putranya agar tidak congkak kendati memiliki kekuatan lebih. Setelah itu Raden Rangga pun meninggalkan ayahandanya dan kerap mengadu kepada ibu suri di Palereman atau Peleman.
Baca juga: Bangunan Titik Nol Kilometer Solo Ala Kolonial, Ini yang Paling Identik
Berguru kepada Eyang
Tak berapa lama kemudian Raden Rangga diperintahkan oleh Panembahan Senopati untuk berguru kepada eyangnya, Ki Juru Martani. Walau merasa bingung disuruh berguru, Raden Rangga tetap melakukan perintah sang ayah. Ia bertolak menemui Ki Juru Martani.Namun setiba di lokasi yang dituju, ternyata Ki Juru Martani sedang menunaikan Salah Zuhur. Raden Rangga pun akhirnya menunggu sementara waktu. Saat menunggu itu konon Raden Rangga menusuk-nusuk lantai batu pualam menggunakan jarinya.
Baca Juga: Titik Nol Kilometer Solo Punya Peran Penting di Masa Lalu, Apa Itu?
Akibatnya batu pualam itu berlubang di beberapa bagiannya. Melihat ulah Raden Rangga, Ki Juru Martani kaget. Seketika ia berkata, 'Hai Rangga apa ubin itu tidak keras ta?' Setelah ucapan itu, seketika ubin menjadi keras dan tak bisa ditusuk Raden Rangga.
Mengetahui hal itu Raden Rangga merasa takjub dan akhirnya mau berguru kepada Ki Juru Martani, sehingga ilmu dan kesaktiannya semakin bertambah.