Esposin, BOYOLALI -- Joko Narimo dan Anna Subekti belum genap empat tahun menikah. Sejak mengucap ikrar saling setia di hadapan penghulu, pasangan suami istri (pasutri) itu langsung memutuskan kembali ke kampung halaman di RT 016/ RW 004 Dukuh Karang, Desa Pentur, Simo, Boyolali.
Promosi Dukung Perkembangan Industri Kreatif, BRI Gelar Kompetisi Creator Fest 2024
Cita-cita mereka sederhana, ingin memberikan kontribusi positif di desanya. Mereka lantas menyulap rumah kuno milik orang tua mereka menjadi sebuah sanggar dan perpustakaan. Di sanalah, ruang bermain, belajar privat, belajar melukis, berkreasi dan berkesenian, ngeblog, mengaji, dan masih banyak lagi kegiatan sosial lingkungan lainnya.
“Kami tak ingin meneruskan tradisi pemuda kampung yang selalu merantau ke kota-kota dan membuat desa kehilangan tenaga produktif. Padahal, cita-cita kami ingin membangun desa,” ujar Joko Narimo saat berbincang dengan Esposin di kediamannya akhir pekan lalu.
Joko Narimo menyematkan nama pada sanggarnya itu Rumah Baca Tumpi. Bangunannya amat sederhana. Ukurannya hanya sekitar delapan meter persegi yang disekat-sekat untuk ruangan dapur.
Meski demikian, rumah itu menjadi saksi bisu totalitas perjuangan mereka dalam mencerdaskan anak-anak kampung. Anna yang mahir berbahasa Inggris mengajari anak-anak bahasa asing setiap hari. Sementara Joko yang jago ngeblog, mengajari anak-anak berinternet yang sehat dan produktif.
Dananya dari kocek pribadi, termasuk pemasangan tower jaringan Internet. Mereka sama sekali tak menerima upah atas jerih mereka itu. Mereka hanya ingin menabung kebaikan untuk hari keabadian kelak.
“Hidup hanya sekali, saya ingin bermanfaat bagi orang lain,” terang ayah Gantar Mayangkara ini.
Lantas dari mana penghasilan Joko dan Anna selama ini? Dari ngeblog!
Ya, alumnus Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo ini memiliki penghasilan dari ngeblog. Tabungan mereka terisi dari Google Adsense. Dari situlah, mereka bisa bekerja dengan ikhlas dan tak terombang-ambing kebutuhan dapur.
“Kami memiliki sejumlah blog sebagai mesin pencari uang. Meski penghasilan kami belum banyak, namun sudah cukup untuk menjaga idealisme kami,” ujar Anna.
Tak mudah memang menjaga idealisme itu. Perjuangan Joko dan Anna masih dianggap sebelah mata. Mereka sadar cara pandang masyarakat secara umum masih cenderung mengukur sebuah kesuksesan dari kekayaan materi, pekerjaan, dan status sosial.
“Sementara kami hanya ngajari anak-anak kampung. Kerja di kantor juga tidak, kami hanya ngeblog, jadi ya kami sadar dengan risikonya,” paparnya.
Ismanto, sukarelawan pengajar seni lukis di Rumah Baca Tumpi sangat terkesan dengan kegiatan Joko dan Anna. “Dulu saya juga pekerja buruh di Palur, lalu sekarang kerja di rumah dan bisa membantu membesarkan Rumah Baca Tumpi ini,” ujarnya.