Esposin, WONOGIRI — Sebuah nisan di Permakaman Lom Manis, Kampung Sanggrahan, Kelurahan Giripurwo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, tampak seperti nisan lainnya. Bedanya, nisan yang terletak di tengah-tengah permakaman itu dibubuhi satu kalimat yang cukup panjang.
Kalimat yang berbunyi, "sebagai korban peluru meriam tentara Belanda jang menjerang Kota Wonogiri dalam Clash ke-2", terletak di bawah nama Bok Ronggo Soemoredjo beserta tanggal wafat dan usianya.
Promosi Lestarikan Warisan Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024
Di area sekitar tempat jasad Bok Ronggo dimakamkan, ada empat tiang penyangga atap untuk meneduhkan makam Bok Ronggo, sekaligus menjaganya agar tetap diingat dalam memori masyarakat.
Baca Juga: Tempat Kumpul Warga di Wonogiri Ini Ternyata Dulunya Tempat Jagal
Bok Ronggo meninggal pada 24 Desember 1948, atau setidaknya demikian yang tertulis di nisannya. "Waktu itu, beliau [Bok Ronggo] katanya pada siang hari, sekitar habis dhuhur, rencananya mau mengantar makan kepada suaminya yang sedang bekerja. Tapi baru sampai di depan pintu rumahnya sebelum berangkat, ada meriam jatuh," kata Bani.
Ledakan meriam itu mengenai rumah Bok Ronggo di kawasan Gunung Gandul, Wonogiri. Bok Ronggo yang saat itu usianya 78 tahun terkena serpihan ledakan. "Sewaktu ditemukan meninggal, raga Bok Ronggo masih utuh, tidak hancur," jelas Bani.
Baca Juga: Jalan Utama ke Wisata Puncak Joglo Wonogiri akan Dilebarkan dan Diaspal
Lalu mengapa makam Bok Ronggo berkesan istimewa karena turut dituliskan keterangan meninggalnya karena terkena peluru meriam Belanda sewaktu Agresi Militer ke-2? Bani menjelaskan, keterangan tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan keluarganya, penerusnya, dan lebih luas lagi kepada masyarakat umum bahwa, kematian Bok Ronggo adalah satu dari sekian banyak bukti bengisnya Agresi Militer Belanda ke-2 yang sampai mengorbankan warga sipil.
Terancam Dibongkar
Bani mengetahui seluruh cerita itu dari keluarganya yang setiap kali berziarah ke makam Bok Ronggo, lalu menceritakan kisah kematian Bok Ronggo kepadanya, selaku juru kunci makam. Namun sayangnya, terakhir kali makam Bok Ronggo diziarahi keluarganya lebih kurang terjadi pada 15 tahun lalu."Setelah itu enggak ada lagi yang berziarah," ujar Bani.
Baca Juga: Kisah Sumber Air Beton Pracimantoro, dari Bisikan Buka Buah Kluwih
Artinya, makam dan kisah sejarah dibalik wafatnya Bok Ronggo kini terancam hilang dari ingatan apabila nantinya dibongkar. Meski demikian, sambung Bani, pembongkaran sebuah makam harus disertai dengan izin dan persetujuan pemerintah kelurahan.