”Sudah disemprot dengan obat-obatan insektisida tapi keong tidak mati,” terang petani di Ngringo, Kecamatan Jaten, Kimin, Minggu (8/1/2012). Dia mengatakan hama keong menyerang padi sejak tanaman berumur 10 hari. Awalnya, hanya beberapa bagian. Tidak butuh waktu lama, keong menyebar hampir seluruh areal persawahan milik petani.
Promosi UMKM Binaan BRI, Minimizu Bawa Keunikan Dekorasi Alam ke Pameran Kriyanusa 2024
Penyebarannya pun terbilang cepat. Begitu pula perkembangbiakan binatang moluska tersebut. Lahan basah dan berair turut mempercepat penyebaran keong. ”Satu induk keong bisa bertelur hingga 200 butir. Itu hanya dalam waktu sepekan,” ungkapnya.
Petani lain, Tarno, menambahkan para petani hanya bisa pasrah karena keong kebal insektisida dan pestisida. Berulang kali dilakukan penyemprotan memakai racun, keong tak kunjung mati. Praktis para petani hanya mengandalkan cara manual yakni memunguti satu persatu keong. Bila terkumpul banyak, dilakukan pembakaran atau penguburan. Cara simpel itu dinilai lebih efektif ketimbang penyemprotan pestisida. ”Kalau tidak diambil satu persatu wis tambah parah sing diserang. Sekarang padi berusia 30 hari saja, keong masih ada,” tuturnya.
Hal senada dikeluhkan petani di Waru, Kebakkramat, Yatno. Dia menuturkan puluhan hektare tanaman padi di Waru diserang keong. Para petani pun melakukan cara manual untuk membasminya. ”Keong menggerogoti batang tanaman padi hingga ludes. Kemudian berpindah ke tanaman yang tumbuh di sekitarnya,” imbuhnya.
Ukuran induk keong bisa mencapai sebesar kepalan orang dewasa. ”Karena itu kami tiap hari berburu keong. Lumayan satu hari bisa dapat satu kresek besar,” katanya. Menurutnya, saat ini sawah-sawah di Waru memasuki masa tanam pertama. Namun, proses itu terganggu oleh ledakan perkembangbiakan keong.
JIBI/SOLOPOS/Indah Septiyaning W