Esposin, SOLO --- Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak Maret 2020 lalu benar-benar memukul kehidupan Nurul Hidayah, 32, seorang ibu di Solo. Perempuan tersebut kini harus menjalani pekerjaan ganda untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
Siang hari Nurul bekerja sebagai juru parkir di Pasar Gede Solo sedangkan malamnya ia menjaga warung wedangan di kawasan Manahan. Hal itu ia lakukan setelah kena pemutusan hubungan kerja atau PHK dari pekerjaannya di salah satu rumah makan di kawasan Manahan, Solo.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
"Dulunya saya kerja di rumah makan di daerah Manahan, karena pandemi [awal 2020] ada pengurangan karyawan," ucapnya saat berbincang dengan Esposin, Senin (21/3/2022).
Baca Juga: Kombes Sebut 15% Keluarga di Kota Solo Dikepalai Perempuan
Setelah kena PHK, ibu satu orang anak di Solo ini sempat menganggur lebih kurang delapan bulan sampai akhirnya dia ditawari pekerjaan membantu jaga warung wedangan sore hingga malam di daerah Manahan.
"Saya ambil karena saya butuh pekerjaan, sedangkan anak saya baru berumur dua tahun," kata perempuan asal Manahan, Solo, yang menjadi jukir di Pasar Gede ini.
Suami Nurul bekerja serabutan dengan penghasilan yang tidak menentu. "Terkadang bantuin saya nata sepeda motor yang diparkir, terkadang kalau ada yang minta jasa sopir pikap, dia juga mau. Apa pun sebisanya dia jalani," ungkapnya.
Baca Juga: Selain Penghasilan, Ini Alasan Kaum Milenial Solo Mau Jadi Driver Ojol
Tidak Gengsi
Namun demikian, Nurul mengatakan jaga warung wedangan saja belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya. Ia memutuskan menjadi tukang parkir saat pagi hingga siang hari di Pasar Gede. "Sampe siang saya jaga parkirnya, sore untuk istirahat. Pukul 17.00 WIB saya siap-siap untuk jaga wedangan," ungkapnya.Nurul tidak banyak bercerita tentang latar belakang hidupnya. Ia hanya mengatakan semua pekerjaan ia mau menjalani asalkan halal, termasuk dengan menjadi jukir di Pasar Gede Solo.
"Saya kerja apa saja mau, bahkan jadi tukang parkir yang kebanyakan laki-laki. Saya tidak gengsi, kalau makan gengsi anak saya nanti tidak makan," ungkapnya.
Baca Juga: Tragis! Ibu di Solo Terdeteksi Positif HIV/AIDS Setelah Melahirkan
Nurul hanyalah satu dari sekian banyak perempuan yang harus bekerja membanting tulang demi menghidupi keluarga meski tidak berstatus kepala keluarga karena ia memiliki suami.
Komunitas Belajar Madani (Kombes) Solo menyebut berdasarkan pendataan kasar yang dilakukan menyebut 15% keluarga di Kota Bengawan menempatkan perempuan sebagai kepala keluarga.
Penyebabnya bisa karena perceraian atau kematian laki-laki kepala keluarga. Selama masa pandemi Covid-19, perempuan kepala keluarga menjadi salah satu kelompok rentan secara sosial dan ekonomi.