SRAGEN – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen kesulitan memverifikasi warga miskin (gakin) yang mengajukan pelayanan kesehatan ke Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPT PK) Sragen lantaran belum ada tim verifikasi di tingkat desa. Selama ini rekomendasi UPT PK yang diberikan untuk gakin didasarkan pada hasil verifikasi bidan desa dengan sistem pelaporan via telepon.
Kabid Promosi Kesehatan (Promkes) Dinas Kesehatan (Dinkes) Sragen, Fanny Fanani, saat dijumpai Esposin di UPT PK Sragen, mengungkapkan mestinya ada tim survei yang bertugas memverifikasi gakin ke lapangan, sampai di tingkat desa. Menurut dia, bidan desa memang tugasnya memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Bagi Fanny, bidan desa jangan dibebani dengan pekerjaan survei atau verifikasi, kalau dimasukkan dalam tim verifikasi tingkat desa tidak masalah.
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
“Ada banyak potensi petugas di tingkat desa atau kecamatan yang bisa diajak bekerja untuk verifikasi gakin di luar database. Potensinya ada petugas keluarga harapan (PKH), ada tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK) atau bisa melibatkan kasi kesejahteraan rakyat (kesra) di tingkat kecamatan. Namun semua itu butuh pemikiran dan diskusi yang serius,” tegasnya saat berdialog dengan Ketua UPT PK Sragen, Suyadi, didampingi Kasubag Tata Usaha, Agus Tri Lastomo dan Kasi Pelaporan dan Pengaduan UPT PK, Dwi Cayani.
Suyadi menyambut baik dan menyetujui ada tim khusus yang survei ke lapangan. Tim survei itu, terang dia, tidak bisa dibentuk secara independen karena membutuhkan honor dan rekrutmen yang panjang. Dia sepakat bila tim survei itu diberikan kepada sejumlah jaringan kerja di tingkat kecamatan dan desa.
Agus Tri Lastomo menambahkan selama ini survei ke lapangan dilakukan oleh bidan desa dan laporannya ke UPT PK cukup via telepon untuk mempercepat pelayanan kepada masyarakat. Dia menyebut kasus di salah satu kelurahan di Sragen misalnya, ada survei yang salah sasaran. Survei yang salah itu berdampak pada penerbitan rekomendasi agak terlambat.
“Kasusnya ada dua bidan, yang satunya sakit dan yang satu survei. Bidan sehat itu ternyata salah survei. Setelah disurvei ulang oleh bidan yang sama, akhirnya memang gakin yang bersangkutan benar-benar miskin,” pungkasnya.