Esposin, WONOGIRI -- Sekitar 466.000 bibit bantuan pemerintah di Kebun Bibit Rakyat (KBR) yang tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Wonogiri mulai mengering sejak di awal musim kemarau. Hal itu disebabkan minimnya ketersediaan air.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
Kepala Bidang Kehutanan, Konfrontadi Febiyanto, mewakili Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Wonogiri, Sri Djarwadi, mengatakan tahun ini Wonogiri mendapat 35 lokasi KBR baru. Setiap lokasi dijatah dana untuk 40.000 bibit tanaman keras.
“April 2013 ini, saat masih ada hujan, bibit yang mengering sekitar 20% dari total sekitar 1.400.000 bibit. Saat ini, bibit yang mengering bertambah lagi dan diperkirakan mencapai 30% atau 466.000 bibit,” katanya, saat dijumpai wartawan di Pemkab Wonogiri, Selasa (17/9/2013).
Nantinya, lanjut dia, bibit yang mati akan diganti dengan yang bibit baru karena ada biaya perawatan dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo (BP DAS) di Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan. Sebab, masing-masing KBR yang dikelola kelompok masyarakat mendapat jatah Rp50 juta.
Menurutnya, bibit yang dikembangkan berupa tanaman keras, di antaranya sengon, mahoni, jati, dan gamelina. Program KBR tersebut diawali pada 2010 dan dilakukan secara bertahap hingga ke seluruh kecamatan. “Jadi, bagi kelompok yang sudah mendapat pendanaan untuk KBR, tahun depan tidak mendapat lagi dan dialihkan ke kelompok lainnya yang masih baru. Mekanismenya, kelompok tersebut mendapat Rp50 juta untuk mengadakan pembibitan di wilayahnya,” ujarnya.
Sementara, program pembibitan yang bersumber dari pendanaan APBD Kabupaten minim biaya perawatan. Padahal, menurutnya, program pembibitan dari pembiayaan APBD juga mengalami hal serupa seperti di KBR.
“Dari dua lokasi pembibitan yang kami miliki yakni di Desa Gedong di Kecamatan Ngadirojo dan Kelurahan Sanggrong di Kecamatan Jatiroto, kondisinya hampir sama. Ada sekitar 30% yang mati karena kering. Tapi, permasalahannya bertambah karena tidak ada biaya perawatan. Idealnya, satu bibit pohon mendapat biaya perawatan sekitar Rp500. Tapi, setiap kali kami mengajukan biaya perawatan dalam APBD, pasti dicoret karena dianggap bukan skala prioritas,” imbuhnya.