Esposin, SUKOHARJO-Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo telah melimpahkan berkas perkara kasus penganiayaan santri di pondok pesantren (ponpes) Tahfidz Azzayadiy, Desa Sanggrahan, Kecamatan Grogol ke Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo.
Anak berkonflik dengan hukum berinisial MG, 15 bakal menjalani sidang peradilan anak. Hal ini diungkapkan Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Sukoharjo, Aji Rahmadi, kepada wartawan, Kamis (3/10/2024).
Promosi Berlimpah Hadiah, BRImo FSTVL Hadir Lagi untuk Pengguna Setia Super Apps BRImo
Menurut Aji, berkas perkara kasus penganiayaan santri ponpes dilimpahkan ke PN Sukoharjo pada Kamis. “Pelimpahan berkas perkara ke PN Sukoharjo dilakukan pada hari ini,” kata dia.
Sebelumnya, jaksa telah meneliti berkas perkara kasus penganiayaan santri ponpes dari penyidik Polres Sukoharjo. Jaksa sempat mengembalikan berkas perkara ke penyidik kepolisian lantaran dinilai belum lengkap.
Penyidik kepolisian lantas melengkapi berkas perkara sesuai petunjuk jaksa. “Berkas perkara sekali dikembalikan ke penyidik Polres Sukoharjo karena belum lengkap. Setelah kembali dilimpahkan, jaksa meneliti berkas perkara dan dinyatakan lengkap atau P-21,” ujar dia.
Dalam berkas perkara, anak berkonflik dengan hukum berinisial MG dijerat Pasal 80 ayat 3 subsider Pasal 80 ayat 2 UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak. MG melakukan penganiayaan terhadap santri lainnya, AKDW, 13 di kamar asrama putra ponpes. Korban sempat dilarikan ke rumah sakit namun nyawanya tak tertolong.
Lebih jauh, Aji mengatakan sistem peradilan anak diterapkan bagi anak berkonflik dengan hukum. “Jadwal persidangan ditentukan oleh PN Sukoharjo. Beberapa jaksa telah disiapkan sebagai jaksa penuntut umum,” ujar dia.
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA)mengunjungi Ponpes Tahfidz Azzayadiy pada akhir September. Mereka ingin memastikan baik baik anak saksi, anak pelaku maupun anak korban yang telah meninggal mendapatkan hak perlindungan dan pendampingan.
Komisioner KPAI Dyah Puspitarini mengatakan penanganan kasus kekerasan anak harus dilakukan secara cepat sesuai amanat UU Perlindungan Anak. Dyah meminta pengurus ponpes dan instansi terkait melakukan upaya konkrit agar kasus tersebut tak terulang lagi di kemudian hari. Lembaga pendidikan didorong agar menerapkan sekolah atau ponpes ramah anak yang menjunjung tinggi dalam pemenuhan hak anak.
“Misalnya, upaya pembinaan ponpes menjadi tanggung jawab Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sukoharjo. Satgas pencegahan anak juga harus responsif jika menerima laporan kekerasan terhadap anak,” ujar dia.