Esposin, SUKOHARJO -- Andri mengernyitkan dahi saat membaca selembar kertas putih di tangannya. Ada lima kolom di lembar kertas itu mulai dari formasi (lowongan), nomor ujian, hingga nama calon.
Promosi UMKM Binaan BRI, Minimizu Bawa Keunikan Dekorasi Alam ke Pameran Kriyanusa 2024
Sorot matanya terpaku ke kolom nama. Jari telunjuk tangan kanannya ditempelkan di kertas untuk mencari namanya.
Warga Desa Genang, Kecamatan Gatak, ini menggeleng-gelengkan kepala. Dia lantas duduk di kursi kayu sembari membalikkan kertas putih berisi hasil tes tertulis penerimaan perangkat desa (perdes) itu. (Baca: Hasil Tes Tertulis Perdes Tak Dilampiri Nilai Bikin Kades Bingung)
Andri melamar sebagai calon kepala urusan (kaur) perencanaan di desanya. “Hanya ada nomor ujian dan nama calon yang dinyatakan lolos tes tertulis. Sementara nilai tes tertulis masing-masing calon tidak disertakan saat pengumuman hasil tes tertulis,” kata dia saat berbincang dengan Esposin, Selasa (19/12/2017).
Gelombang protes atas hasil tes tertulis seleksi perdes muncul dari berbagai desa setelah pengumuman hasil tes. Kendati naskah soal ujian disusun dan lembar jawaban dikoreksi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sebelas Maret (LPPM UNS) Solo yang independen, tak ada kop surat maupun cap stempel insitusi pendidikan tersebut di kertas pengumuman hasil tes.
Kecurigaan warga menjadi-jadi lantaran nilai masing-masing calon tak dicantumkan saat pengumuman hasil tes tertulis. “Saya protes kepada tim pengangkatan perdes dan kades namun mereka tak bisa memberikan penjelasan. Saya kecewa dengan proses penerimaan perdes yang tak transparan. Banyak kejanggalan yang muncul,” ujar dia. (Baca: Ini Berbagai Kejanggalan dalam Seleksi Perdes Sukoharjo Menurut Legislator)
Indikasi tidak transparan dan adanya dugaan transaksi jual beli jabatan muncul secara masif selama pelaksanaan penerimaan perdes di Sukoharjo. Hal ini dipengaruhi rujukan pelaksanaan penerimaan perdes yakni Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 72 Tahun 2017 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Perangkat Desa.
Dalam Perbup itu disebutkan perlunya rekomendasi tertulis camat berisi persetujuan atau penolakan terhadap usulan pengangkatan calon perdes. Camat berwenang memberikan rekomendasi calon perdes yang diajukan kades.
Padahal, mereka tak mengetahui secara detail dan jelas ihwal proses penerimaan perdes. “Sesuai regulasi, pelaksanaan penerimaan desa wewenang kades yang membentuk tim pengangkatan perdes. Wewenang kades jelas bergeser dan tak bersifat mutlak,” kata mantan Kepala Desa Tempel, Kecamatan Gatak, Sunaryo. (Baca: Hasil Tes Tertulis Perdes Salahi Perbup karena Tak Cantumkan Nilai)
Sunaryo membeberkan anaknya bernama Atika Raniyawati melamar jabatan kaur pemerintahan yang lowong di desa setempat. Berbekal latar belakang pendidikan sarjana dan memiliki kualifikasi, Atika optimistis mampu bersaing sehat dengan calon lainnya.
Atika kecewa lantaran kualitas dan kemampuan calon terpilih jauh di bawah dirinya. Sunaryo berencana menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang lantaran proses penerimaan perdes dinilai tak transparan.
Dia meminta proses ujian tertulis diulang dan hasilnya langsung diumumkan dalam sehari. Mekanisme tersebut dilaksanakan saat pelaksanaan penerimaan perdes di Kabupaten Wonogiri.
“Saya masih berkonsultasi dengan pakar hukum ihwal rencana mengajukan gugatan PTUN. Yang jelas saya akan menempuh jalur hukum,” kata dia.
Sementara itu, seorang anggota tim pengangkatan perangkat desa di Tempel, Kecamatan Gatak, Yudi, menyampaikan hasil tes tertulis diambil tim pengangkatan perdes di masing-masing kecamatan. Yudi tak mengetahui ihwal nilai calon yang tak dicantumkan saat pengumuman tes tertulis.
Menurutnya, nilai masing-masing calon dicantumkan agar tak menimbulkan kecurigaan masyarakat. “Saya hanya menyampaikan apa adanya, tidak mengurangi atau menambahi. Hasil tes tertulis memang tak ada nilai masing-masing calon,” kata dia.