Esposin, SRAGEN — Para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Ngudi Luhur di wilayah hamparan pertanian Mbah Ageng, Kelurahan Plumbungan, Kecamatan Karangmalang, Sragen, menggelar syukuran sekaligus melestarikan tradisi methil atau tradisi panen perdana.
Syukuran tersebut dilakukan para petani lantaran tanaman padinya laku sampai Rp21 juta per hektare. Harga yang fantastis itu baru dirasakan para petani selama 40 tahun menjadi petani.
Promosi Dorong Pariwisata Hijau Mandalika, BRI Ajak Pembalap MotoGP Tanam Pohon
Para petani pemilik dan penggarap sawah seluas 29 hektare itu menggelar bancakan bersama. Bahkan mereka mendatangkan organ tunggal dan penyanyi sebagai hiburan dalam syukuran yang digelar pada Sabtu (28/9/2024) pagi itu.
Tradisi methil dimulai pukul 07.00 WIB. Sesepuh petani memilih padi yang bagus dan dijadikan padi pengantin, yakni ada dua ikat padi. Batang padi yang diikat tersebut diserahkan kepada Camat Karangmalang Dani Wahyu Setiawan.
Padi pengantin itu kemudian diserahkan kepada Lurah Plumbungan Leila Yunia Kartikawati. Mereka bersama-sama berjalan dari area persawahan menuju lokasi bancakan untuk didoakan.
Ketua Kelompok Tani Ngudi Luhur Plumbungan, Suharno, menjelaskan syukuran para petani di Plumbungan ini merupakan syukuran putaran ke-12 karena setiap panen raya selalu syukuran. Dia mengatakan panen raya di Poktan Ngudi Luhur selalu serentak karena tanamnya juga serentak dan lebih awal.
“Tanaman padi di Plumbungan ini tinggal dua hari lagi panen, tepatnya Senin besok sudah panen. Harga padi di sini saat ini tembus paling tinggi mencapai Rp21 juta [per patok]. Harga ini merupakan rekor tertinggi selama saya menjadi petani selama 40 tahun,” ujar Suharno.
Inovasi Petani
Dia menerangkan salah satu petani bernama Priyono memiliki tanaman padi seluas tiga patok dan semua laku dengan nilai total Rp63 juta atau Rp21 juta per patok. Dia mengatakan bahkan saat padi baru berbunga saja sudah dibayar tunai oleh bakul. Sebagai wujud ungkapan syukur atas harga padi yang tinggi, kata dia, petani menggelar sedekahan dan tradisi methil.
Dia menerangkan rangkaian kegiatan petani itu mulai dari pengolahan tanah, pengairan, penanaman, pemupukan, pemberantasan hama, hingga panen disyukuri karena tidak ada hama yang berarti dan harga jualnya tinggi.
“Ini kalau orang Jawa bilang selamatan. Program ke depan mulai 17 Oktober 2024 sudah mulai tanam serentak. Kami bergerak cepat dengan tanam cepat sebagai inovasi para petani di Plumbungan. Dengan tanam cepat dan serentak maka panennya juga cepat dan serentak serta harganya tinggi,” ujar dia.
Dia menerangkan syukuran ini sekaligus sebagai bentuk tolak balak. Dalam menjalankan tradisi ini didukung seluruh petani, termasuk para penyuluh pertanian, dan kelurahan dan kecamatan.
Lurah Plumbungan, Leila Yunia Kartikawati, mengapresiasi inovasi petani di Poktan Ngudi Luhur Plumbungan. Dia berharap apa yang dilakukan petani dilestarikan. Dia mengatakan tradisi para petani ini sebagai wujud guyub-rukun para petani dan rezekinya ternyata bisa mengikuti. “Buktinya harga jual padinya bisa tembus Rp21 juta per patok,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Leila mengingatkan kepada petani agar jangan lupa bayar pajak bumi dan bangunan (PBB) mengingat sudah akhir September. Dia menyampaikan adanya pembangunan jalan di Plumbungan dari pemerintah juga patut disyukuri.
Sementara itu, Camat Karangmalang Dani Wahyu Setiawan dalam acara itu sekaligus mengenalkan diri sebagai camat baru. Dia senang bisa mendapatkan sedulur para petani di Plumbungan. Sebelumnya, Dani menjabat Camat Jenar yang juga memiliki ribuan sedulur dan sekarang di Karangmalang tambah lebih banyak lagi.