Esposin, SUKOHARJO -- Para pengrajin rotan di Desa Trangsan, Kecamatan Gatak Sukoharjo, mengeluhkan naiknya harga bahan baku rotan dari Rp9.000 per kilogram (kg) menjadi Rp12.000 kg atau sekitar 30%. Padahal, mereka tak bisa begitu saja menaikkan harga jual produk kerajinan rotan kepada konsumen.
Promosi Gaet Vidi Aldiano, BRI Edukasi Masyarakat Hindari Modus Penipuan Lewat Lagu
Kenaikan harga bahan baku rotan terjadi sejak pertengahan 2017. Kala itu, mayoritas pengrajin rotan kesulitan mendapatkan bahan baku rotan yang dipasok dari Kalimantan. Krisis bahan baku rotan itu mengakibatkan harganya melambung tinggi dibanding sebelumnya.
“Hingga sekarang harga bahan baku rotan masih mahal. Padahal, saya selalu membeli bahan baku rotan dalam jumlah besar lantaran order dari mancanegara meningkat,” kata seorang pengrajin rotan di Desa Trangsan, Natianingsih, saat berbincang dengan Esposin, Selasa (20/3/2018).
Salah satu penyebab kenaikan harga bahan baku rotan adalah banyaknya pengepul yang menguasai pasar bahan baku rotan di Kalimantan. Mereka leluasa memainkan harga bahan baku rotan yang dijual kepada para pengrajin di beberapa daerah seperti Sukoharjo dan Cirebon.
Baca juga:
- Angkat Pamor Rotan, Ini yang Dilakukan Pengrajin Trangsan
- Komunitas Rotan Kalimantan Ramaikan Grebek Rotan Trangsan
- Pengrajin Rotan Trangsan Kecipratan Untung Berlipat dari Resepsi Kahiyang-Bobby
Natianingsih merupakan satu-satunya pengrajin rotan di Desa Trangsan yang memproduksi peti mati. Pasar peti mati rotan paling banyak di luar negeri seperti Belanda, Inggris, dan Perancis. Harga paling murah satu peti mati rotan Rp1,6 juta.
Selama kurun waktu 2000-2017, ia hanya mengirim dua kontainer setiap bulan ke luar negeri. Masing-masing kontainer berisi 120-130 peti mati. Kini, jumlah produk peti mati yang dikirim ke luar negeri meningkat menjadi empat kontainer. “Saya berharap ada perhatian dari pemerintah untuk menstabilkan harga bahan baku rotan,” tutur dia.
Hal senada diungkapkan pengrajin rotan lainnya, Basworo. Industri kerajinan rotan kian menggeliat sejak setahun lalu. Permintaan order tak hanya berasal luar negeri melainkan pasar lokal seperti pengelola hotel, kafe, maupun restoran.
Hal ini tak diimbangi dengan harga bahan baku rotan yang masih mahal. Menurut Basworo, harga bahan baku rotan tergantung jenisnya seperti mandola dan jernang. Semakin berkualitas harga bahan baku rotan semakin tinggi.
“Bisnis kerajinan rotan sempat lesu sejak krisis moneter pada 1998 silam. Sekarang mulai bangkit lagi dan menyasar pasar lokal di Tanah air,” kata dia.