Esposin, BOYOLALI -- Hakim Pengadilan Negeri (PN) Boyolali menolak eksepsi dua pesilat di bawah umur yang menjadi terdakwa kasus penganiayaan berujung meninggalnya remaja asal Ngemplak, Aan Henky Damai Setianto, 16.
Putusan hakim tersebut dibacakan dalam sidang tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Boyolali, Selasa (27/8/2024). Sebagai informasi, korban atas nama Aan Henky Damai Setianto, 16, ditemukan meninggal dunia di rumah neneknya wilayah Dukuh Grasak, Desa Kismoyoso, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, pada Selasa (30/7/2024) sore.
Promosi UMKM Binaan BRI, Minimizu Bawa Keunikan Dekorasi Alam ke Pameran Kriyanusa 2024
Sebelum meninggal, ia sempat dianiaya dua kali yaitu pada 14 Juli dan 26 Juli 2024. Polres Boyolali menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut. Dua tersangka masih di bawah umur yaitu LAR, 16, dan RP, 17. Sedangkan dua tersangka lain sudah dewasa atas nama Tegar Yusuf Bahtiar, 19, dan Rizal Saputra, 19.
Dua tersangka di bawah umur disidang terlebih dahulu dan sudah melewati tahap pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU), kemudian penyampaikan eksepsi atau keberatan terdakwa atas dakwaan JPU, jawaban dari JPU atas eksepsi terdakwa dan terakhir pembacaan putusan terhadap eksepsi oleh hakim pada Selasa (27/8/2024) ini.
Juru bicara PN Boyolali, Tony Yoga Saksana, mengatakan dalam persidangan sebelumnya, penasihat hukum terdakwa anak mengajukan keberatan (eksepsi). Penuntut umum juga telah mengajukan pendapatnya atas keberatan penasihat hukum.
Sehingga, pada Selasa ini giliran majelis hakim untuk memberikan putusan terhadap eksepsi yang diajukan penasihat hukum terdakwa. Tony mengatakan pada sidang putusan sela, majelis hakim berpendapat keberatan yang diajukan penasihat hukum anak tidak beralasan menurut hukum.
"Sehingga dinyatakan tidak diterima keberatannya. Sebagai konsekuensinya, maka sidang dilanjutkan. Dalam hal ini, proses persidangan selanjutnya adalah pembuktian dari penuntut umum ataupun terdakwa dan penasihat hukumnya," jelasnya ditemui wartawan di PN Boyolali, Selasa siang.
Syarat Formil Terpenuhi
Tony menjelaskan keberatan yang diajukan terdakwa ada beberapa poin. Salah satunya bahwa anak tidak didampingi penasihat hukum dalam proses penyidikan. Namun, saat majelis hakim memeriksa berkas perkara ternyata ada penasihat hukum yang ditunjuk, berita acara, dan lain-lain.Pada akhirnya, lanjut Tony, majelis hakim berpendapat bahwa secara syarat formil penyidikan telah terpenuhi. Selanjutnya, Tony mengatakan ada juga keberatan soal dakwaan dinilai tidak cermat, jelas, dan lengkap, serta penerapan lex specialis UU No 35/2014 tentang Perlindungan Anak.
"Kemudian majelis hakim mempertimbangkan semua bagian keberatan tersebut dan menurut majelis hakim, semua sudah sesuai dengan ketentuan secara formil karena yang dibahas dalam keberatan bukan tentang pokok perkara tapi soal surat dakwaan penuntut umum," kata dia.
Ia menjelaskan sidang akan dilanjutkan pada Rabu (28/8/2024) dengan agenda pembuktian dari penuntut umum. Sementara itu, penasihat hukum kedua terdakwa, Sarif Kurniawan, menyampaikan hakim memiliki pendapat lain dalam keberatan yang mereka ajukan.
"Seperti penulisan undang-undang, dari jaksa menuliskan undang-undang perlindungan terhadap anak. Sedangkan yang benar undang-undang perlindungan anak, tanpa ada kata terhadap," kata dia.
Ia mengatakan poin keberatan yaitu ketika undang-undang dicantumkan dalam dakwaan sedangkan UU tersebut tidak ada. Sedangkan majelis menoleransi hal tersebut sebagai salah pengetikan.
"Kami sebenarnya mau keberatan, cuma mau bagaimana lagi karena majelis hakim sudah memutuskan seperti itu [ekspeksi ditolak]," jelasnya.
Selanjutnya, ia mengatakan dalam persidangan pembuktian nanti akan mengajukan beberapa saksi dan menyiapkan materi pembuktian. Namun, ia belum bisa mengungkapkan materi pembuktian tersebut saat ini. "Materinya belum bisa kami ungkapkan karena itu menjadi poin-poin pembelaan kami," kata dia.