Esposin, SRAGEN — Menikmati ngabuburit tidak selalu di ruang-ruang publik seperti alun-alun atau taman kota. Ngabuburit di Masjid Raya Al Falah Sragen ternyata bukan hanya mengasyikan, tetapi juga bisa menikmati keindahan seni kaligrafi dan lukisan abstrak bertajuk Kalimatun Sawa’. Pameran kaligrafi dan lukisan ini digelar 19 Maret hingga 9 April 2023.
Jumat (24/3/2023), puluhan lukisan tersebut dipadu dengan pameran tosan aji berupa keris dan tombak membawa nuansa lain tentang masjid yang identik dengan ibadah salat. Setelah selesai mengolah rasa dengan keindahan seni itu, para pengunjung masjid disuguhi dengan 400 paket menu buka puasa bersama di halaman masjid yang terletak di Jl. Raya Sukowati Sragen itu setiap hari selama Ramadan.
Promosi Kisah Perempuan Hebat Agen BRILink Dorong Literasi Keuangan di Medan
Lukisan kaligrafi dan lukisan abstrak yang dikolaborasikan dengan keris ditata sedemikian rupa oleh kurator seni Nanang Yulianto dari Ngawi, Jawa Timur. Hasil karya lukisan Nanang juga dipajang di antara lukisan abstrak milik seniman rupa asal Clupak, Kecamatan Sumberlawang, Sragen, Fadjar Sutardi.
Tak ketinggalan, produk seni karya Profesor Tulus Warsito dan seniman lukis lainnya. Pameran itu dibuka kali pertama oleh Ketua Takmir Masjid Raya Al Falah Sragen, Kusnadi Ikhwani.
Fadjar Sutardi menerangkan istilah Kalimatun Sawa’ pernah menjadi bahasan dan dialog mendalam di kampus-kampus Muhammadiyah pada 2005-an. Topik yang dibahas, jelas dia, tentang Islam dalam menghadapi dunia yang multikultural padahal Islam berpijak pada ketauhidan tunggal.
Kata Kalimatun sawa’, sambungnya, populer digunakan para intelektual muda dalam menyikapi persoalan ekstremitas, estailitas, dan eksklusivitas kemajuan dunia modern dan kontemporer yang menafikan kearifan timur.
Secara harfiah, istilah Kalimatun Sawa’ berarti kata yang sama, kata sepakat, atau titik temu. Istilah tersebut dapat dimaknai satu pernyataan atau keyakinan yang mempertemukan beragam perbedaan.
“Perseteruan eksklusivitas Barat dan Timur tidak ada titik temunya. Sikap politik Barat yang ingin menang sendiri inilah kemudian memunculkan kajian tentang pentingnya kajian jalan tengah, moderat. Kata kalimatun sawa' termaktub dalam Surat Ali Imron ayat 64 menjadi pijakan dalam memahami barat," paparnya.
Sutardi, sapaan akrabnya, menyampaikan para pemikir muslim ketika bersentuhan dengan pikiran Barat yang bebas dari nilai keilahian, mereka menarik diri dari pengaruh Barat dan kembali pada nilai-nilai keilahian yang disuarakan Nabi dan Rasul tetapi tidak meninggalkan keilmuan. Ketika ada perbedaan, maka para pemikir muslim berikhtiar untuk memadukan keduanya dengan pendekatan ilmu dan sejarah.
Pada posisi inilah, Sutardi mencoba meletakkan makna kalimatun sawa’ dalam pameran seni lukis dan keris yang memiliki perbedaan pemahaman di kalangan umat ketika memasuki ruang-ruang suci di masjid.