Esposin, SRAGEN — Ketua Komisi II DPRD Sragen, Sri Pambudi, meminta semua kalangan tidak mengambinghitamkan para petani yang menyalahgunakan elpiji 3 kilogram (kg) untuk keperluan mengairi sawah.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Sri Pambudi mengakui penggunaan elpiji untuk keperluan mengairi sawah memang tidak tepat. Namun, harus dipahami petani terpaksa melakukan hal itu lantaran tidak kuat membeli bahan bakar minyak (BBM) yang harganya melambung.
“Saya memaklumi langkah yang diambil petani. Secara utility memang tidak tepat. Tapi, maraknya penyalahggunaan elpiji di sektor pertanian ini bukan semata-mata kesalahan petani,” terang Sri Pambudi kepada Esposin, Sabtu (6/6/2015).
Menurutnya, pelarangan penggunaan elpiji oleh kalangan petani tidak sejalan dengan kampanye pemerintah untuk meningkatkan produktivitas beras menuju swasembada pangan.
“Pola pikir petani itu sederhana saja. Mereka ingin tetap bisa panen dengan biaya produksi yang bisa ditekan seminim mungkin. Kalau ada cara yang lebih hemat, mengapa harus keluar banyak uang,” paparnya.
Sri Pambudi mengaku sudah kerap mendapat keluhan dari petani terkait masalah kurangnya pasokan air. Problem itu amat dirasakan petani di kawasan sebelah utara Sungai Bengawan Solo. “Di Gesi dan Sukodono, air sumur tidak keluar meski sudah disedot pakai disel. Ini problem petani yang perlu dicarikan solusi,” terang dia.
Lebih jauh, dia menganggap tidak etis bila para petani dijadikan kambing hitam atas kelangkaan elpiji di masyarakat. Menurutnya, kelangkaan elpiji ini dialami hampir di semua daerah di Indonesia.
Sri Pambudi menilai penyalahgunaan elpiji oleh petani ini sebagai problem sosial yang menjadi tanggung jawab pemerintah. “Tidak tepat kalau kita saling menyalahkan. Ini problem yang mestinya bisa dipecahkan pemerintah pusat,” jelasnya.