Langganan

Ekspresi Anak Penyandang Autis Lewat Pameran Lukisan di Sukoharjo

by R Bony Eko Wicaksono  - Espos.id Solopos  -  Selasa, 24 September 2024 - 15:10 WIB

ESPOS.ID - autis dalam gelar karya anak autisme di sekretariat Loveland di Desa Trosemi, Kecamatan Gatak, Selasa (24/9/2024). (Espos.id/Bony Eko Wicaksono)

Esposin, SUKOHARJO-Puluhan karya lukisan dipajang di tembok rumah. Beberapa karya lukisan juga dipajang di dalam kamar dan bagian belakang rumah. Lokasi pameran lukisan itu terletak di dalam gang perdesaaan yang menjadi kantor Loveland Indonesia di Dusun Kradenan, Desa Trosemi, Kecamatan Gatak, Sukoharjo.

 Karya lukisan itu bukan karya seniman seni rupa atau pelukis melainkan anak-anak penyandang autisme, penyandang disabilitas, dan diseleksia. Karya-karya itu menggambarkan imajinasi mereka yang dituangkan di kanvas. Puluhan karya anak-anak autisme, penyandang disabilitas, dan diseleksia dipamerkan dalam Gelar Karya Autisme Uniquely One bertajuk Daya Juang yang digelar selama tiga hari mulai 22 September-24 September. Pameran lukisan anak autisme itu diselenggarakan Loveland dan Yayasan Tawon Gulo Indonesia.

Advertisement

Anak dengan gangguan autisme dan diseleksia mengalami gangguan perkembangan fungsi otak yang menghambat keterampilan sosial, komunikasi, dan perilaku. Kondisi ini berpengaruh terhadap tumbuh kembang secara keseluruhan. Gangguan itu bisa ditandai dengan keterlambatan bicar dan bertingkah laku yang tak biasa.

 Bagi anak dengan gangguan autisme, menggambar menjadi salah satu terapi untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Mereka bisa memperbaiki kemampuan saraf motorik dengan mengekspresikan imajinasi di kanvas.

Advertisement

 Bagi anak dengan gangguan autisme, menggambar menjadi salah satu terapi untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Mereka bisa memperbaiki kemampuan saraf motorik dengan mengekspresikan imajinasi di kanvas.

“Anak saya menderita diseleksia sejak kecil. Jadi, terlambat belajar kata-kata dan terlambat membaca. Anak saya baru bisa membaca pada kelas IV SD,” kata seorang orangtua penderita diseleksia asal Solo, Yayok, Selasa (24/9/2024).

 Yayok merupakan ayah kandung dari Baskara Arung Khatulistiwa yang akrab disapa Gigi. Semasa kecil, Gigi terlambat belajar kata-kata dan terlambat membaca saat duduk di bangku SD. Yayok lantas membawa Gigi ke psikiater untuk memastikan gangguan yang dialami anaknya. Setelah mengetahui Gigi menderita diseleksia, Yayok langsung memindahkan Gigi ke salah satu SD inklusi di Solo. “Pas duduk di kelas III, Gigi sempat tidak naik kelas. Karena kesulitan mengeja, menghafal, dan membaca. Nah, setelah pindah di SD inklusi didampingi guru anak berkebutuhan khusus. Anak saya mendapat terapi secara berkala dengan metode tertentu. Akhirnya, bisa membaca saat duduk di kelas IV,” ujar dia.

Advertisement

 Di acara pameran gelar karya autisme, Gigi menyumbangkan lebih dari lima karya lukisan. “Gigi kerap menjual karya lukisannya di kawasan Ngarsopuro saat Minggu pagi. Saat ini, Gigi melanjutkan studi SMKN 9 Solo. Dia mengambil jurusan seni rupa. Ini anugerah tersendiri, meski menderita diseleksia, talenta Gigi dalam melukis sangat luar biasa. Sampai sekarang, Gigi belum bisa memahami nilai mata uang dan sering salah memaknai kata-kata,” ujar dia.

  Sementara itu, pendiri Loveland Indonesia sekaligus guru pendamping anak berkebutuhan khusus, Mujadi Tani mengatakan sudah lima kali menggelar Gelar Karya Autisme Uniquely One. Pameran lukisan karya anak autisme itu kali pertama digelar pada 2013 di Balai Soedjatmoko Solo. Setahun kemudian, event serupa digelar di pendapa Sriwedari Solo.

 Saat masa pandemi Covid-19, event tersebut sempat vakum selama beberapa tahun. “Pameran lukisan ini digelar di luar hari peringatan penyandang disabilitas. Masih jarang yang mengangkat karya-karya mereka secara khusus. Apalagi, lokasinya di wilayah perdesaan bukan di perkotaan seperti Kota Solo,” ujar dia.

Advertisement

Menurut Mujadi, menggambar atau melukis dapat membantu anak-anak autis mengekspresikan perasaan, melatih fokus, dan meningkatkan keterampilan motorik halus. Mereka juga bisa mengelola tingkat emosi dengan menciptakan karya seni.

 Terapi seni juga bisa mengembangkan keterampilan motorik halus. Misalnya, saat mewarnai dengan krayon atau cat air, keterampilan motorik mereka dilatih secara perlahan-lahan. “Melukis bisa melatih motorik dan ekspresi anak autis. Salah satu gangguan anak autis karena tak bisa fokus. Saat melukis, mereka bisa melatih keterampilan motorik halus,” ujar dia.

 

Advertisement

 

 

Advertisement
Astrid Prihatini WD - I am a journalist who loves traveling, healthy lifestyle and doing yoga.
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif